Pendidikana
agama islam ( PAI )
Proses
pengembangan kurikulum PAI
KELOMPOK : 1
·
ZULKARNAIN
·
M.WAHYUDI
|
Ruang : A
Semester Ke-4
Prodi : S.1 Pendidikan Agama Islam
Pembimbing :ABDUR RAHMAN M.pdi
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH ( STIT )
KABUPATEN TEBO
TAHUN
AKADEMIK 2013 - 2014
KATA
PENGANTAR
Dengan
ucapan Alhamdulillahlirabbilalamin sebagai rasa terima kasih dan puji syukur kepada Allah SWT makalah ini dapat
terselesaikan. Adapun salah satu tujuan dari disusunnya makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama islam ( PAI ). Atas
selesainya makalah ini tentunya tidak lepas dari kerjasama yang baik dalam
kelompok penyusun makalah dan dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Bapak ALI IMRON S.pdi,M.pdi selaku dosen pembimbing mata
kuliah TAFSIR yang dalam hal ini juga sebagai pemberi tugas.
Tentunya
dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kesalahan, baik dari segi kosakata
maupun dari segi pengertian. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan agar dalam pembuatan makalah-makalah di masa
mendatang dapat lebih baik lagi. Segala saran dan masukan atas kekurangan
makalah ini, tim penyusun makalah terima dengan pikiran terbuka dan ucapan
terima kasih.
Muara Tebo,28 afril 2013
Penyusun,
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan
pengembangan kurikulum PAI…………………………………..
B. Pendekatan-pendekatan
dalam pengembangan kurikulum PAI…………….
BAB III PENUTUP
1.
kesimpulan
....................................................................................................
2.
saran…………………………………………………………………….......
DAFTAR PUSTAKA
1.
Latar
Belakang
Kurikulum untuk lembaga pendidikan tentu sudah ada. Artinya
telah disusun sebelumnya oleh para perencana kurikulum. Tugas para pelaksana
pendidikan di sekolah seperti guru dan kepala sekolah tinggal melaksanakan,
membina dan mengembangkanya. Melaksanakan kurikulum di maksudkan
mentransformasi
program pendidikan kepada peserta didik melalui proses pengajaran. Membina
kurikulum di maksudkan menjaga dan mempertahankan agar pelaksanaan kurikulum sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum potensial. Dengan
perkataan lain membina kurikulum adalah mengupayakan kesesuaian kurikulum
actual dengan kurikulum potensial, sehingga tidak terjadi kesenjangan.Dalam
pembinaan dan pengembangan kurikulum haruslah seorang guru haruslah berpijak
pada landasan yang kokoh.
Selain itu Perkambangan kurikulum
adalah tahap lanjutan dari Pembinaan kurikulum, yakni upaya meningkatkan dalam
bentuk nilai tambah dari apa yang telah dilaksanakan sesuai dengan kurikulum
potensial. Ada empat landasan pokok dalam melaksanakan, membina dan
mengembangkan kurikulum. Keempat landasan tersebut adalah landasan filosofis,
social budaya, psikologis, organisatoris, empiris, yuridis, ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Pengembangan Kurikulum PAI
Kurikulum
di susun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan
pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.Sejalan
dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar
pada kebudayaan nasional, dan pendidikan
nasonal berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Kurikulum
untuk lembaga pendidikan tentu sudah ada. Artinya telah disusun sebelumnya oleh
para perencana kurikulum. Tugas para pelaksana pendidikan di sekolah seperti
guru dan kepala sekolah tinggal melaksanakan, membina dan mengembangkanya.
Melaksanakan kurikulum di maksudkan
mentransformasi
program pendidikan kepada peserta didik melalui proses pengajaran. Membina
kurikulum di maksudkan menjaga dan mempertahankan agar pelaksanaan kurikulum
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum potensial. Dengan
perkataan lain membina kurikulum adalah mengupayakan kesesuaian kurikulum
actual dengan kurikulum potensial, sehingga tidak terjadi kesenjangan.Dalam
pembinaan dan pengembangan kurikulum haruslah seorang guru haruslah berpijak
pada landasan yang kokoh, landasan tersebut setidak-tidaknya berdasarkan
kriteria sebagai berikut :
a)
Arah
kurikulum itu sendiri dilandaskan kepada sesuatu yang diyakini sebagai suatu
kebenaran atau kebaikan.
b)
Isi
kurikulum sesuai dengan tuntutan masyarakat yang bersifat dinamis sebagai
pengaruh ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
c)
Proses
belajar mengajar prinsip psikologis baik teori tentang belajar maupun
perkembangan individu.
Perkambangan kurikulum adalah tahap
lanjutan dari Pembinaan kurikulum, yakni upaya meningkatkan dalam bentuk nilai
tambah dari apa yang telah dilaksanakan sesuai dengan kurikulum potensial.
Upaya ini bisa dilakukan apabila di adakan penilaian terhadap apa yang telah
dilaksanakan. Denan melakukan penilaian dapat diketahui kekurangan dalam
pelaksanaan dan pembinaan kurikulum. Kekurangan tersebut sedapat mungkin di
atasi, dicarikan upaya lain yang lebih baik, sehingga diperoleh hasil yang
lebih optimal. Lebih dari itu, hasil kurikulum dari tahun ke tahun selalu diupayakan
meningkat sehingga ada nilai tambah. Pengembangan kurikulum mempunyai dua
maksud yaitu :
d)
Penyusunan
dan perencanaan suatu kurikulum
e)
Penjabaran
kurikulum resmi ke dalam pengembangan program belajar mengajar (kurikulum
actual)
Ada empat landasan pokok dalam
melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum. Keempat landasan tersebut
adalah landasan filosofis, social budaya, psikologis, organisatoris, empiris,
yuridis, ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.
Landasan
Filosofis
Landasan filosofis, dimaksudkan
bahwa ajaran filsafat memegang peranan penting sebagai landasan pengembangan
kurikulum. Filsafat sebagai suatu lapangan pemikiran dan penelitian manusia
mengenai aspek kahidupan secara kritis,
radikal dan universal, sehingga menghasilkan pemikiran yang hakiki, walaupun
masih bersifat relatif dan subyektif. Dengan kedua sifat tersebut akhirnya
menimbulkan adanya perbedaan-perbedaan aliran dalam filsafat.
Pendidikan sebagai aktifitas manusia, bertujuan menanamkan
nilai dan norma tertentu kepada manusia, khuusnya kepada anak didik. Untuk
menjamin pelaksanaan agar nilai-nilai itu berproses secara efektif, maka
diperlukan landasan yang dinamakan dengan filsafat pendidikan. Karena itu,
filsafat pendidikan sebagai landasan filosofis, menjiwai seluruh kebijaksanaan
pelaksanaan pendidikan.
Dengan demikian, kurikulum merupakan salah satu sarana
terwujudnya
proses pendidikan, dan berarti pula sebagai sarana untuk
mencapai tujuan
pendidikan. Karena tujuan pendidikan itu secara jelas dirumuskan
dalam
tujuan kurikulum.
Sifat berfikir yang menyeluruh dan mendasar tentang hidup
dan eksistensi
manusia merupakan ciri filsafat. Bidang telaah filsafat awal
mulanya
mempersoalkan siapa manusia itu, kajian terhadap persoalan
ini
menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi
tentang
manusia. Tahap selanjutnya filsafat mempersoalkan tentang
hidup dan
eksistensi manusia.
Dari dua telaahan ini filsafat mencoba menelaah tentang tiga
pokok
persoalan yaituhakikat benar-salah(logika), hakikat
baik-buruk(etika),
hakikat indah-jelek(estetika).
Pandangan hidup manusia mencakup ketiga aspek tersebut
(logika, etika,
estetika). Hakikat benar salah adalah telaahan bidang ilmu.
Hakikat baik
buruk telaahan bidang nilai. Sedangkan indah jelek telaahan
bidang seni.
Dalam hubunganya dengan kurikulum ketiga pandangan tersebut
(ilmu,nilai, seni) saangat diperlukan, terutama dalam
menetapkan arah dan
tujuan pendidikan. Artinya, kemana pendidikan akan dibawa,
terlebih
dahulu harus ada kejelasan mengenai pandangan hidup manusia,
atau
tentang hidup atau eksistensi manusia. Dalam kaitanya pandangan
hidup manusia seperti dijelaskan sebelumnya ada tiga hal
yang cukup
mendasar yakni iman, budi pekerti, ilmu. Dalam konteks lebih
luas adalah
moral, ilmu dan amal (perwujudan dari iman dan ilmu).
Kurikulum sebagai alat hendaknya menjamin tercapainya atau
terlaksananya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Penyusunan
kurikulum harus berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Karena itu hubungan pendidikan dengan kurikulum adalah
hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Hanya isi yang
tepat atau
kurikulum yang sesuai akan mengantarkan kearah tercapainya
tujuan
pendidikan, oleh karena itu, kurikulum merupakan isi dan
sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian kurikulum pada
hakikatnya
menyangkut masalah ilmu, teori skill, praktek, masalah nilai
mental, dan
sebagainya.
Implikasi bagi para pelaksana pendidikan terutama bagi guru,
kepala
sekolah dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan
kurikulum
di sekolah, nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan
pendidikan, harus
menjadi acuan yang mendasar dalam mewujudkan praktek
pendidikan di
sekolahsehingga menghasilkan anak didik menjadi manusia yang
beriman,
berilmu dan beramal dalam kondisi serasi, selaras dan
seimbang. Disinilah
pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam
hubunganya
pendidikan dan pengajaran di sekolah.
2.
Landasan
Sosial Budaya
Pendidikan adalah proses budaya
untuk meningkatkan harkat, martabat manusia. Pendidikan adalah proses
sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam
konteks itulah anak didik di hadapkan dengan budaya manusia. Terdapat dua bidang psikologi yang mendasari
pengembangan kurikulum yaitu :
a. psikologi perkembangan.
b. psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan
individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat
belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya
dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Ada dua pertimbangan, kenapa social
budaya di jadikan landasan dalam pengembangan kurikulum pendidikan, yaitu :
1. Sikap orang dalam masyarakat selalu
berhadapan dengan masalah-masalah yang ada di dalamnya, juga cara hidup
kelompoknya.karena seorang individu lahir dalam keadaan tidak berdaya, dan
individu memperoleh kebudayaan kebudayaan dengan berinteraksi dengan keluarga,
lingkungan dan sekolah. Dalam hal ini sekolah memiliki tugas khusus untuk
memberikan pengalaman kepada mereka dengan salah saatu alat yang disebut kurikulum.
2. Kurikulum dalam setiap masyarakat
merupakan relasi dari cara orang berfikir, karena itu, untuk membina struktur
dan fungsi kurikulum di perlukan kebudayaan.
Dalam setiap kebudayaan akan
dijumpai adanya unsure kebudayaan yang sifatnya universal. Keuckchon menyebut
tujuh unsure kebudayaan yang sifatnya universal dalam setiap kebudayaan.
Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup
manusia (pakaian,alat-alat rumah tangga, alat-alat produksi, alat transportasi
dan lain-lain).
2. Mata pencarian hidup dan
system-sistem ekonomi (pertanian,peternakan,system produksi, system distribusi
dan lain-lain).
3. Sistem kemasyarakatan (system
kebenaran, organisasi politik, system hokum dan system perkawinan).
4. Bahasa (lisan maupun tulisan)
5. Kesenian (seni rupa, seni suara,
seni gerak dan lain-lain).
6. Sistem pengetahuan.
7. Religi (system kepercayaan).
3.
Landasan
Psikologis
Pendidikan senantiasa berkaitan
dengan perilaku manusia. Melalui pendidikan diharapkan ada perubahan pribadi
menuju kedewasaan baik menyangkut fisik, mental atau intelektual, moral maupun
social. Kurikulum merupakan program pendidikan yang berhubungan dengan
pemilihan dan organisasi bahkan yang mampu merubah perilaku. Namun haus di
ingat pula bahwa perubahan perilaku pada manusia tidak seluruhnya sebagai
akibat intervensi (campur tangan) dari
program pendidikan tetapi juga sebagai akibat kematangan dirinya dan factor
lingkungan yang membentuknya diluar program pendidikan yang diberikan sekolah.
terkait dengan ini, ada beberapa cirri
tingkah laku yang disebabkan oleh pendidikan atau hasil belajar, yaitu:
1. Terbentuknya tingkah laku baru yang
berupa kemampuan actual dan kemampuan potensial.
2. Kemampuan baru berlaku dalam waktu
yang relative lama.
3. Kemampuan baru itu diperoleh melalui
usaha rasional.
Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia. Sedangkan kurikulum adalah upaya dalam
menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku itu sendiri. Oleh karena
itu dalam mengembangkan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan
dalam menentukan perilaku tersebut harus dikembangkan. Dengan kata lain
pentingnya landasan psikologi dalam kurikulum terutama, dalam hal bagaimana
kurikulum harus disusun, bagaimana kurikulum harus diberikan dalam bentuk
pengajaran dan bagaimana proses belajar siswa dalam mempelajari kurikulum.
4.
Landasan
Organisatoris
Kurikulum merupakan pengalaman dan
kegiatan dibawah tanggung jawab guru dan sekolah. Pengalaman dan kegiatan
tersebut haruslah disusun sedemikian rupa agar lebih efektif dan efisien dalam
penyampaian terhadap siswa. Untuk itu, diperlukan adanya organisasi kurikulum.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa organisasi kurikulum adalah berupa
kerangka umum program pengajaran yang akan disampaikan kepada murid.Dari
pengalaman yang terbentuk dari program itu diharapkan dapat memberikan pengaruh
terhadap perubahan perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu
organisasi kurikulum dapat berfungsi untuk lebih memudahkan dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar, karena dengan organisasi tersebut memudahkan guru
dalam penyajian bahan-bahan pelajaran terhadap siswa.
5.
Landasan
Empiris
Reformasi dalam bidang pendidikan
yang berjalan saat ini antara lain didorong oleh kepentingan untuk menjawab
berbagai masalah pendidikan nasional.[1][9] Perkembangan iptek yang sangat pesat memunculkantuntutan
baru dalam berbagai aspek kehidupan, seperti diterapkanya prinsip demokrasi,
desentralisasi, dan keadilan termasuk dalam system pendidikan. Tuntutan
tersebut menyangkut pembaruan sistem pendidikan yang diantaranya meliputi
pembaruan kurikulum, yaitu diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik
dan potensi daerah yang beragam.
Hasil belajar PAI di sekolah selama
ini hanya tampak dari kemampuan aak didik dalam menghafal fakta-fakta, namun dalam
pernyataannya mereka tidak memahami substansi materi PAI secara mendalam. Dengan
demikian, kurikulum PAI di sekolah perlu dikembangkan secara menyeluruh, dan
dapat menampung harapan masyarakat secara berkelanjutan dengan katalain
kurikulum PAI harus dinamis serta mampu mengakomodasi keanekaragaman peserta
didik, potensi daerah sarana-prasarana
yang ada dan kondisi social budaya masyarakat disekitar tempat sekolah berada.
6.
Landasan
Yuridis
Setiap pendidikan formal sudah akan
dipastikan akan dikelola oleh badan hukum sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, termasuk kurikulum yang
digunakan. Oleh karena itu, dalam pengembangan kurikulum yang dilakukan harus
mengacu pada landasan yuridis yang telah ditetapkan.
Adapun landasan yuridis yang yang
diberlakukan di Indonesia adalah
pertama, UUD 1945 dan perubahannya Bab XIII
tenteng Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31.
Kedua, TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang
GBHN.
Ketiga, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah.
Keempat, peraturan pemerintah No. 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Kewenagan Provinsi Sebagai daerah
Otonom.
Kelima, UU No. 20/2003 Tentang Sisdiknas.
Pemberlakuan UU tersebut menuntut pelaksanaan otonomi daerah dalam
penyelenggara pemerintahan yang diikuti oleh kebijakan perubahan pengelolaan
penddikan dari yang bersifat sentralistik kepembagian wewenang. Bila sebelumnya
pengelolaan pendidikan sepenuhnya wewenang pusat, maka dengan berlakunya Uu No.
20 Tahun 2003 tentang SINDIKNAS, pemerintahan daerah diberi wewenang dalam
pengelolaan pendidikan, missal pada Bab XIV Pasal 50 Ayat: 3,4 dan 5.[2](12)
Keenam, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Ketujuh, Standar Isi yang ditetapkan dengan
Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006.
Kedelapan, Standar Kompetensi Lulusan yang
ditetapkan dalam Permendiknas RI No. 23 Tahun 2006.
Kesembilan, Pelaksanaan permendiknas RI No. 22
Tahun 2006 dan Permendiknas RI No. 23 Tahun 2006 yang ditetpkan dengan
Permendiknas RI No. 24 Tahun 2006. [3][13] dan regulasi yang terkait dengan implementasi
peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Pasal 2(1) yang meliputi[4][14];
a. Standar Isi
b. Standar proses
c. Standar Kompetensi Lulusan
d. Standar Pendidik dan tenaga
Kependidikan
e. Standar Sarana dan Prasarana
f. Stndar Pengelolaan
g. Standar Pembiayaan
h. Standar Penilaian dan Pendidikan
7.
Landasan
Ilmu Pengatahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia yang berkembang pesat
seiring dengan lajunya perkembangan masyarakat. Teknologi merupakan aplikasi
dari ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu lainnya yang berfungsi untuk memecahkan
masalah-masalah praktis. Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia yang semakin
pesat berkembang serta arus transformasi ilmu teknologi yang tak mungkin
terelakan lagi, menjadikan kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan
kondisi modearn sekarang ini. Kegiatan pendidikan juga membutuhkan dukungan
dari penggunaan alat-alat hasil teknologi industry (radio, TV, computer, LCD,
dsb) yang lazim disebut dengan pendekatan informasi teknologi dan komunikasi.
Mengingat pendidikan merupakan upaya
menyiapkan peserta didik masa
depan dan perubahan masyarakat yang
semakin pesat terutama dalam perubahan iptek, maka pengembangan kurikulum harus
berdasarkan iptek. Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi acuan dalam
pengembangan kurikulum. Hal ini dimaksud untuk lebih berorientasi kemasa depan
sehingga peserta didik mencapai tingkat pengetahuan sesuai dengan perkembangan
zaman.
B.
Pendekatan-pendekatan
dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Yang
dimaksud dengan pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara yang dapat
ditempuh atau dilakukan dalam mengembangkan kurikulum
Dalam teori kurikulum setidaknya ada dua pendekatan yang
dapat digunakan
untuk mengembangkan kurikulum, yaitu pemdekatan administrasi
(administrative approach) dan pendekatan akar rumput
(grassroots
approach).
Pendekatan pertama, adalah pendekatan pengembangan kurikulum
dengan system komando dari atas ke bawah (top-down),
sedangkan
pendekatan kedua, yaitu pengembangan kurikulum yang diawali
oleh inisiatif
dari bawah lalu dinamakan pendekatan pengembangan kurikulum
dari bawah
(bottom-up). Dalam implementasinya setidaknya dapat
digunakan subjek
akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis dan
pendekatan
karakteristik mata pelajaran.
1.
Pendekatan
berbasis akademis
Pendekatan subjek akademis dalam
menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi setiap
disiplin ilmu. Tiap ilmu pengetahuan atau mata pelajaran yang diajarkan
memiliki sistematisasi tertentu, yang berbeda dengan sistematisasi ilmu
lainnya.
Pengembangan kurikulum subjek
akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/ mata
kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk
(persiapan) pengembangan disiplin ilmu. Dalam hal ini adalah materi ajar yang
disediakan oleh sekolah atau madrasah/ lembaga pendidikan, seperti mata pelajan
pendidikan agama islam disekolah atau madrasah.
Pendidikan agama islam di sekolah/
di madrasah meliputi aspek al-Qur’an/ hadist, keimanan, akhlak, ibadah/
muamalah, dan tarikh atau sejarah umat islam yang menyatu dalam satu mata
pelajarn : pendidikan agama Islam. Semata di madrasah, aspek-aspek tersebut
dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran pendidikan agama islam yang meliputi :
mata pelajaran pelajaran al-Qur’an hadist, fiqih, akidah akhalak, dan sejarah
kebudayaan Islam.
2.
Pendekatan
berbasis humanistis
Pendekatan ini berpusat pada siswa (student
centerd) dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasarat dan
sebagai bagian integral dari proses belajar.[5][17] Dalam pengembangan kurikulum dengan pendekatan humanistis
ini, peserta didik diajarkan untuk membedaan hasil berdasarkan maknanya.
Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta di masa
depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kuriulum ini menekankan integritas,
yaitu ksatuan perilaku yang tidak hanya bersifat inteelktual, tetapi juga
emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:
a. Integrasi semua domain afeksi
peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai dan domain kognisi yaitu
kemampuan dan pegetahuan.
b. Kesadaran dan kepentingan.
c. Respon terhadap ukuran tertentu,
seperti kedalam suatu ketrampilan.
d. Pendekatan Teknologis
pendidikan merupakan upaya
menyiapkan peserta didik untuk menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat
yang semakin pesat dari akibat perkembangan iptek. Oleh karena itu,
perkembangan kurikulum pendidikan harus menggunakan perkembangan iptek.
Pendekatan teknologis dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang di
butuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu, yang secara langsung akan
menjadi isi materi kurikulum. Materi yang diajarkan, kriteria evalusi sukses,
dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai analisis tuga tertentu. Secara tidak
langsung, perkembangan iptek memberi tugas kepada pendidik untuk membekali
masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh
perkembangan iptek yang juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
1. Pendekatan Akselerasi
Pendekatan
akselerasi adalah perkembangan kurikulum yang memperhatikan hubungan kurikulum
dengan sosial masyarakat., pilitik, perkembangan ekonomi. Kurikulum ini
bertujuan untuk menghadap peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan
kemanusiaan; mencari kesepakatan untuk mengatur tata kehidupan manusia dalam
suatu tata susunan baru seluruh lingkungan.
Pendekatan
ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan untuk mempelajari sekolh atau
madrasah dan masyarakat, yang memiliki fungsi ang telah dipahami. Pendekatan
ini mengosentrasikan asumsi-asumsi dan nilai-nilai tidak pada teks, melainkan
pada sosial teks.pendekatan ini juga menyadari pentingnya hidden
curriculum dalam suatu sekolah atau madrasah. Pendekatan akselerasi selaras
dengan teori kritis (critical theory) yang oleh Elliot W. Eisner
dikategofikan sebagai salah satu idiologi kurikulum, yang menurut pendapatnya
meliputi enam ideologi kurikulum, yaitu : (a) Religious orthodoxy ; (b) Rational humanism ;
(c) Progrevism ; (d) Critical theory ; (e) Reconseptualism ; (f)
Cognitive pluralism. Karena permasalahan yang muncul tidak hanya di
pengetahuan social saja, tetapi juga ada disetiap disiplin ilmu yang diajarkan
di sekolah atau madrasah termasuk ekonomi, kimia, matematika, dll.
Dengan
adanya pendekatan akselerasi, peserta didik dihararkan dapat memecahkan
problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat
yang lebih baik dalam rangka melakukan rekontruksi sosia. Kegiatan yang di
lakukan dalam kurikulum rekontruksi social antara lain melibatkan: (a) survai
kritis terhadap suatu masyarakat; (b) study yang melihat hubungan antara ekonomi
lokal dengan ekanomi
nasional atau internasional; (c) studi pengaruh sejarah dan kecenderungan
situasi ekonomi lokal; (d) uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian;
(e) berbagai pertimbangan perubahan politik; (f) pembatasan kebutuhan masyarakat
pada umumnya.
Dengan demikian, pengembangan kurikulum
dengan pendekatan akselerasi bertolak dari problem yang dihadapi masyarakat,
yang selanjutnya dengan memerankan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bekerja
secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahan masalahnya
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
5.
pendekatan
paradigma fenonemologis
Pendekatan
fenomenologis adalah pengembangan yang memperhatikan fenomena empirik yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat dari bentuk rasionalisme yang dimiliki.
Pemikiran ini berasumsi bahwa manusia adalah pelaku yang aktif, kreatif, dan
bahkan manipulatif dalam menghadapi lingkungannya, yang dalam hal ini tindakan
pelayanan kepada masyarakat dalam menghadapi arus globalisasi. Oleh karena itu,
guru sebagai pengembangkurkulum disatuan pendidikan tidak boleh menganggap
pasif peserta didik sebagai subjek didik, tetapi menginterprestasikannya
melalui perencanaan pembelajaran.
sejalan dengn
paradigma fenomenologis, maka penyelenggaraan pendidikan, didasarkan pada
pedagogis yang tidak hanya melihat proses pendidikan sekedar proses
pendewasaan, proses sosialisasi, atau proses penyesuaian budaya, tetapi lebih
dari itu, di mana pedagogis mengkaji proses seseorang menjadi manusia yang
sebenarnya; yang mempunyai kepribadian. Proses itu tidak lain untuk dapat
memanfaatkan kemampuannya bagi sesama manusia dan bagi perubahan sosial. Dengan
kata lain, proses individualisasihanya dapat terwujud apabila didri pribadinya
tidak dapat berpartisipasi dalam perubahan sosial.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat
dipahami bahwa pengembangan kurikulum dengan pendekatan fenomenologis dibangun
berdasarkan keinginan untuk memaksimalkan potensi yang ada dalam diri peserta
didilk sehingga segenap potensi dan kemampuannya dapat dipacu dan dikembangkan
secara maksimal. Selain itu, pengembangan kurikulum dengan pendekatan
fenomenologis diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi peserta
didik yang dapat dikenali dan diidentifikasi secara cermat dan sesuai dengan
realitas yang dihadapi peserta didik dalam kehidupan, dimana jika dibiarkan
maka dapat menghambat proses belajar peserta didik.
6. Pendekatan
problem peserta didik
Pendidikan
merupakan upya memperkenalkan manusia akan eksistensi dirinya, baik
sehinggadiri pribadi yang dimilikinya hurriyyyatul iradah (kebebasan berkehendak) maupun sebagai hamba
tuhan yang terkait oleh hukum normatif (syariah ), dan sekaligus sebagai
wakil tuhan (khalifatul fil ardhi), yang di bebani suatu tanggung jawab.
Oleh karena itu, pemgembangan kurikulum perlu memperhatikan problemmatika
peserta didik terkait dengan tujuan pendidikan yang diharapkan bisa melalui
kurikulum yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing suatu pendidikan.
Salah satu
persoalan utama yang ada pada peserta didik adalah pola fikif kritis dan
kreatif. Pola pikir ini perlu dikembangkan pada peserta didik untuk
menghasilkan out put yang
berkualitas. Menurut Arikunto, untuk menjadikan peserta didik yang kritis dan
kreatif mempunyai tiga ciri utama, yaitu (1) memiliki pemikiran asli atau
orisinal (originalitas), (2) mempunyai keluwesan (flexibility),
dan (3) menunjukan kelancaran berpikir (fluency).
Dengan kata
lain, pola pikir peserta didik dapat
diketahui dari (a) sensitif tidaknya mereka dalam melihat suatu masalah, (b)
orisinal tidaknya ide atau pikiran yang dikemukakan, (c) lancar tidaknya mereka
dalam mengemukakan ide, (d) fleksibel tidaknya dalam berpikir, dan (e) mampu tidaknya kembali pengetahuan yang telah dimiliki.
Selain
pendekatan diatas juga terdapat juga beberapa pendekatan yang dapat digunakan
dalam pengembangan kurikulum yaitu pendekatan berdasarkan materi atau bahan ajar, pendekatan berdasarkan tujuan, pendekatan
dengan pola organisasi bahan, pendekatan
rekonstruksionalisme, pendekatan akuntabilitas, pendekatan
berdasarkan kemampuan.
1.
Pendekatan
Berdasarkan materi Atau Bahan Pengajaran
2.
Perencanaan
dan pengembangan kurikulum berdasarkan materi, inilah yang mula-mula
dilasanakan. Inti dari pada proses belajar mengajar di tentukan oleh pemilihan
materi. Pembahasan mengenai pembaharuan kurikulum terutama hanya membahas
bagaimana sumber bahan dapat berkembang. Pendekatan ini di Indonesia diterapkan
dalam kurikulum sebelum kurikulum 1975.
3.
Bagaimana
dengan kelebihan dan kekurangan pendekatan yang berorientasi pada bahaan
pelajaran? Kelebihan pendekatan yang berorientasi pada bahan adalah bahwa bahan
pengajaran lebih fleksibel dan bebas dalam menyusunnya, sebab tidak ada
ketentuan yang pasti dalam menentukan bahan pengajaran yang sesuai dengan
tujuan. Kekurangannya adalah Karena tujuan pengajarannya kurang jelas, maka
sukar ditentukan pedoman dalam menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran.
Demikian pula untuk kebutuhan penilaian.
4.
Pendekatan
Berdasarkan Tujuan Pengajaran
Dalam pendekatan kedua ini,
pertanyaan yang pertama timbul pada waktu menyusun kurikulum adalah
tujuan-tujuan apakah yang ingin di capai, pengetahuan, keterampilan adan sikap
apakah yang ingin kita harapkan dimiliki oleh murid setelah menyelesaikan
kurikulum ini ?
Sebagai jawaban terhadap jawaban
tersebut, kemudian dirumuskan tujuan- tujuan dalam bentuk pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang kita harapkan, secara jelas.
Atas dasar tujuan-tujuan diatas
itulah selanjutnya ditetapkan pokok-pokok bahan pelajaran dan kegiatan belajar
mengajar, yang kesemuany itu diarahkan untuk mencapai tujua-tujuan yang di
inginkan.Pendekatan yang berdasarkan pada tujuan ini, menetapkan rumusan atau
penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah
pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Bagaimana kelebihan dan
kekurangan pendekatan yang berdasarkan
pada tujuan?
Kelebihan dari pendekatan
pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah :
a. Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi
penyusun kurikulum.
b. Tujuan yang jelas akan memberikan
arah yang jelas pula di dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis
kegiatan, dan alat yang di pergunakan untuk mencapai tujuan.
c. Tujuan-tujuan yang jelas itu juga
akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang di capai,
d. Hasil penilaian yang terarah itu
akan membantu penyusunan kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang
diperlukan.
Meskipun pendekatan dengan tujuan
memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan pendekatan yang berorientasi
pada bahan, pendekatan ini juga memiliki kelemahan, yaitu dalam merumuskan
tujuan itu sendiri (bagi guru). Apalagi juga tujuan tersebut harus dirumuskan
lebih khusus, jelas, operasional dan dapat di ukur. Untuk merealisasikan maksud
tersebut, pihak guru dituntut memiliki keahlian, pengalaman dan ketrampilan
dalam perumusan tujuan khusus pengajaran. Jika tidak demikian, maka akan
terwujud rumusan tujuan khusus yang bersifat dangkal dan mekanistik.
3. Pendekatan dengan pola organisasi
bahan
Langkah
ini menekankan pada meteri pelajaran yang akan di ajarkan sehubungan dengan
pencapaian tujuan kemampuan yang telah ditentukan. Selain dari itu, langkah ini
juga dibuat materi, objek masyarakat yang dapat dijadikan informasi yang
berguna.
Pendekatan
ini dapat dilihat dari pola pendekatan subject matter curriculum,
correlated curriculum dan integrated curriculum.
1. Pendekatan pola subject matter
curriculum
pendekatan
ini penekanannya pada berbagai mata pelajaran secara terpisah-pisah, missal:
sejarah, ilmu bumi, biologi, berhitung, dll. Mata pelajaran ini tidak
berhubungan satu sama lain. Bahkan sering mengarah pada pengakuannya masing-
masing, bahwa mata pelajaran ‘ANU’ yang terpenting. Dalam praktik penyampaian
pengajarannya, tanggung jawab terletak pada masing-masing guru, yang menangani
suatu mata pelajaran yang dipegangnya. Jika seorang guru memegang beberapa mata
pelajaran, maka hal ini pun dilaksanakan secara terpisah-pisah pula. Jadi,
tidak
menyangkutpautkan
mata pelajaran lain.
Pendekatan
dengan pola correlated curriculum
pendekatan
ini adalah dengan pola pengelompokan beberapa mata
pelajaran
(bahan) yang serinh dan bisa secara dekat berhubungan.
misalnya,
bidang studi IPA,IPS,PAI,dll.
endekatan
ini dilihat dari beberapa aspek yatu:
1.
Pendekatan
struktur Sebagai contoh PAI. Bidang studi ini terdiri dari sejarah, AL-Qur’an
Hadist, Fiqih, dll.
2.
Pendekatan
fungsional
3.
Pendekatan
ini berdasarkan pada msaslah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Pendekatan
tempat atau daerah
5.
Atas
dasar penbicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
6.
Pendekatan
pola integrated curriculum
Pendekatan ini didasarkan pada semua hal yang mempunyai arti
tertentu. Keseluruhan itu tidak hanya merupakan kumpulan dari bagian-bagiannya,
tetapi mempunyai arti tertentu. Missal: pohon, sebatang pohon ini bukan
merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul, aakan tetapi merupakan
sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon. Dalam hal ini,
tidak hanya melalui mata pelajaran yang terpisah-pisah, namun harus di jalin
suatu keutuhan yang meniadakan batas tertentu dari masing-masing bahan
pelajaran.
2.
Pendekatan
rekontruksionalisme
Pendekatan ini disebut juga rekontruksi social karena
menfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti
polusi, ledakan penduduk, malapetaka akibat tujuan teknologi, dll.
Dalam gerakan ini, terdapat dua kelompok yang sangat berbeda
pandangannya terhadap kurikulum, yakni:
a.
Rekontruksionalisme
konserfatif
Pendekatan ini mengajurkan agar pendidikan ditujukankepada
peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari
penyelesian masalah- masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
Peran guru adalah sebagai orang yang menganjurkan perubahan
(agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses
perbaikan masyarakat pendekatan kurikulum ini konsisten dengan filsafat
pragmatis.
b.
Rekontruksionalisme
Radikal
Pendekatan ini menganjurkan agar pendidik formal maupun non
–formal mengabdikan diri demi
tercapainya tatanan social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan
yang lebih adil dan merata. Golongan radikal ini berpendapat bahwa kurikulum
yang sedang mencari pemecahan masalah sosial ini tidaklah memadai. Kelompok ini
ingin menggunakan pendidikan untuk merombak tatanan sosial dan lembaga social
yang ada dan membangun struktur social yang baru.
Kedua pendirian yang saling bertentangan ini, yang
konservatif maupun yang radikal, mempunyai unsure kesamaan. Masing-masing
berpendirian bahwa misi sekolah, ialah untuk
mengubah dan memperbaiki.
Perbedaan terletak dalam devinisi atau tafsiran
masing-masing tentang “perbaika” dan cara pendekatan terhadap masalah itu.
Golomngan koservatif bekerja dalam rangka struktur yang ada untuk memperbaiki
kualitas hidup. Mereka berasumsi bahwa masalah-masalah social adalah hasil ciptaan manusia dan karena itu dapat
diatasi oleh manusia. Sebaiknya golongan radikal ingin merombak tata social
yang baru sms sekali untuk memperbaiki mutu hidup, oleh sebab tata social yang
ada tidak adil dan akan tetap tidak adil.
5.
Pendekatan
Akuntabilitas
Akuntabilitas atau
pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksaan tugasnya kepada
masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan.
Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Taylor dalam
bidang indusrti permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific
management atau manajemen ilmiah,
menetapkan tuas-tugas spesifik yang harus di selesaikan pekerja dalam waktu
tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas.
Suatu system yang akuntabel
menentukan standar dan tujuan ifspesifik
yang jelas serta mengatur efektivitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa
untuk mencapai standar itu. Gerakan ini mulai dirasakan di perguguan tinggi
ketika universitas diAmerika Serikat dituntut untuk memperhatikan dan
membuktikan keberhasilannya yang berstandar tinggi. Agar memenuhi tuntutan itu,
para pengembang kurikulum terpaksa mengkhususkan tujuan pelajaran agar dapat megukur prestasi
belajar. Dalam banyak hal, gerakan ini menuju kepada ujian akademis yang ketat
sebagai syarat memasuki universitas.
Para pengritik mengemukukan, bahwa
pada umumnya standar yang ditentukan hanya mengenai pengetahuan kognitif dan
ketrampilan tingkat rendah dan gagal merumuskan dan mengukur dimensi yang lebih
tinggi seperti berpikir kritis, kreatifitas, dan aspek-aspek afektif.
Banyak pendidik yang merasa bahwa
gerakan ini menghancurkan hakikat pendidik dan banyak Negara telah mengadakan
reform, antara lain Jepang dan Perancis. Namun sebaliknya ada pula
Negara-negara yang justru berusaha agar pendidik lebih accountable untuk
menjamin tercapainya standar pendidikan yang minimal (Amerika Serikat, Inggis).
6.
Pendekatan
Berdasarkan kemampuan
Sebetulnya penyusunan kurikulum berdasarkan kemampuan pada
dasarnya sama dengan penyusunan kurikulum berdasarkan tujuan. Hanya kalau
kurikulum berdasarkankemampuan itu tujuannya lebih operasional dari kurikulum
yang berdasarkan tujuan. Pertanyaanya memang praktis, misalnya setelah selesai
kuliah mahasiswa akan mempunyai kemampuan apa ? atau dengan kata lain apakah
semua kegiatan proses belajar mengajar menuju kemampuan yang diharapkan oleh
lulusan lembaga tersebut.[6][20] Oleh karena itu dapat diibaratkan bahwa kemampuan yang akan
dicapai itu merupakan tujuan institusional sedangkan tujuan kurikulum yaitu
berupa berbagai sub kemampuan yang masing-masing berorientasi pada profesi.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dalam pengembangan
kurikulum diperlukan landasan dan pendekatan, pada landasa tersebut terdapat
beberapa landasan yaitu:
a)
Landasan
filosofis
b)
Landasan
social budaya
c)
Landasan
psikologis
d)
Landasan
organisatoris
e)
Landasan
empiris
f)
Landasan
yuridis
g)
Landasan
ilmu pengetahuan dan teknologi
Dalam pengembangan kurikulum
terdapat beberapa pendekatan yang digunakan yaitu :
Ø Pendekatan berbasis akademis
Ø Pendekatan berbasis humanistis
Ø Pendekatan teknologis
Ø Pendekatan akselerasi
Ø Pendekatan paradigma fenomenologis
Ø pendekatan problem peserta didik
selain itu juga terdapat beberapa pendekatan yang lain
yaitu:
1. Pendekatan berdasarkan materi atau
bahan pelajaran
2.
Pedekatan
berdasarkan tujuan
3.
Pendekatan
berdasarkan pola organisasi bahan
4.
Pendekatan
rekonstrusionalisme
5.
Pendekatan
akuntabilitas
6. Pendekatan berdasarkan kemampuan
2. Saran
Dalam
penyusunan makalah ini masih banyak sekali terdapat kekurangan terutama dalam
penulisan materi dan isi dari materi makalah ini, untuk itu saran kami butukan
DAFTAR PUSTAKA
Anin Nurhayati. M. Pd. I.
Kurikulum Inovasi,Telaah Terhadap
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Pesantren, Yogyakarta: Teras
Prof. Dr. H. Muhaimin, M. A. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di PAI Madrasah, Sekolah
dan Perguruan Tinggi,Jakarta:PT Raja Wali Press,2007.
Dr. Nana Sudjana,Pembinaan
dan pengembanagan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru, 1989
Prof. Drs.H.Dakir, PERENCANAAN
dan PENGEMBANGAN KURIKULUM. Jakarta: PT Rineka Cipta
Drs. Hendyat Soetopo dan Drs. Wasty Soemanto. Pembinaan dan Pengembamngan Kurikulum.
Jakarta: Bina Aksara, 1986
Dr. Oemar Hamalik,
Kurikulum dan Pembelajaran,Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Rahmat Raharjo, Inovasi
Kurikulum PAI, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Yogyakarta: magnum,
2010
Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar
Pengembangan kurikulum Sekolah, Yogyakarta: BPFE IKIP, 1988
Hamid Syarif, Pengembangan
Kurikulum, Surabaya: Bina Ilmu, 1996
Oemar Hamalik, Manajemen pengembangan kurikulum,(Bandung:PT
Remaja Rosdakarya, 2006).
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007).
Husni Rahim, Arab Baru Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2004).
Nasution,S.,Asaz-asaz Kurikulum, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995).
Abdulah,Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta:
AR-Ruzz Media,2007).
Nasution,S.Kurikulum dan Pengajaran,(Jakarta: Bumi
Aksara,1999).
Zaini,Muhammad.Pengembangan Kurikulum,(Surabaya:
ELKAF, 2006).
Sukmadinata,Nana Syaodih.Pengembangan kurikulum,(Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2004).
Nasution,Pengembangan kurikulum (Bandung: Citra
Adirya Bakti, 1991).
Hernawan dkk,Pengembangan Kurikulumdan Pembelajaran (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2008).
Dakir.Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta:
Rineka Cipta, 2004)
Muhaimin,Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007).
Arikunto.Manajemen Pengajaran secara Manusiawi (Jakarta:
Rineka Cipta, 1993).
Haryati,Nik.Pengembangan
Kurikulum PAI (Bandung: Alfabeta,2011).
[1][9] Dr. H. Rahmat Raharjo, M.Ag., Inovasi Kurikulum PAI, Sleman: Magnum, 2010. Hal 54
[2][12] Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar Dalam PAI, ( Jakarta: Rajawali Press,
2011)h.21
[3][13] Rahmat, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Isalam
(Yogyakarta: Magnum, 2010), h. 31-32
[4][14] Rahmat, Pengembangandan Inovasi Kurikulum (dalam Membangun Generasi
Cerdas dan Berkarakter untuk Kemajuan Bangsa), Yogyakarta: Baituna Publishing,
2012, h. 30
[5][17] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum PAI,
(Bandung : Alfabeta, 2011).
[6][20] Drs. Hendyat Soetopo dan Drs. Wasty
Soemanto. Pembinaan dan Pengembamngan
Kurikulum. Jakarta: Bina Aksara, 1986,hal 54-56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar