PANDUAN RINGKAS PERAWATAN JENAZAH MENURUT MADZHAB IMAM SYAFI’I
A. Sebelum
kita membahas masalah perawatan jenazah, terlebih dahulu kita
membahas masalah “Hal-hal yang berhubungan dengan harta mayyit”.
Ketika seseorang meninggal dunia, maka harta yang
ditinggalkan berkaitan dengan lima hal:
1. Apabila pada massa
hidupnya si mayyit tidak membayar zakat, padahal ia terkena kewajiban zakat,
maka segerakanlah dikeluarkan zakatnya. Tetapi apabila dia tidak ada hutang
zakat, maka tidak usah dikeluarkan.
2. Hutang: apabila si mayyit
mempunyai hutang kepada orang lain, maka segerakanlah membayar hutangnya dengan
mengambil dari harta yang ditinggalkannya.
3. Wasiat: apabila sebelum
meninggal si mayyit pernah berwasiat untuk menginfakkan sebagian hartanya, maka
wajib bagi kita melaksanakan wasiat tersebut dengan syarat“harta yang
diinfaqkan tersebut di bawah 1/3(sepertiga dari keseluruhan harta).
4. Biaya perawatan jenazah:
si mayyit berhak mendapatkan perawatan jenazah yang layak, apabila harta yang
ditinggalkan mencukupi.
5. Untuk pembagian waris:
setelah empat hal di atas sudah dibayar, maka bolehlah sisa hartanya
tersebut dibagikan kepada ahli warisnya, sesuai ketentuan hukum waris agama
Islam.
B. Yang wajib kita lakukan kepada
mayyit muslim yang tidak meninggal dalam keadaan syahid (mati dalam perperangan
membela Islam) ada empat perkara:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Menguburkan
BAB I
MEMANDIKAN JENAZAH
A. Kadar Minimal Memandikan Mayyit
Mandi yang dianggap sah paling minimal
adalah: “meratakan seluruh badan mayyit dengan air”.
B. Sunnah-sunnah dalam Memandikan
mayyit
Adapun kalau kita ingin memandikan mayyit secara sempurna,
maka kita melakukan hal_hal berikut:
1. Niat:
sunnah bagi yang memandikan mayyit untuk berniat. (niat bukan merupakan
rukun dari memandikan mayyit, menurut mayoritas ulama mahzab
Syawfi’i, tetapi hanya sunnah saja. Berdasarkan keterangan Imam
An-Nawawi dalam kitabnya Minhajudth Thalibin).
Yang dimaksud dengan niat disini adalah< hadirnya niat di
dalam hati, jadi kalau yang memandikan tersebut bahwa dia sedang memandikan
mayyit maka dia sudah dianggap berniat.
Adapun melafadzkan niat dalam memandikan jenazah, bukanlah
wajib. Adapun lafadz niatnya menurut Imam Hajar) adalah:
نويت ادا ءالغسل عن هذا
الميت فرض كفاية لله تعالى
Artinya: “Sengaja aku menunaikan memandikan mayyit ini sebagai
fardu kifayah karena Allah”.
Catatan:
v Kalimat “mayyit “ bermakna: orang yang mati, baik
untuk laki-laki maupun perempuan atau untuk anak-anak atau orang
dewasa.
v Lafadz niat di atas sebagai contoh saja, kalaupun
ada lafadz-lafadz yang lain, hukumnya tidak masalah, yang penting pada lafazd
itu ada isyarat berniat memandikan mayyit.
2. Meletakkan
badannya di te tempat yang tinggi (maksudnya tidak sejajar dengan lantai).
3. Melepaskan
bajunya, lalu menutupi tubuhnya dengan baju gamis, hingga nanti ketika
dimandikan ia tetap menggunakan gamis tersebut dan yang memandikan memasukkan
tangannya dari balik gamis. (Karena nabi saw ketika meninggal
dimandikan dengan memakai gamis sebagaimana hadits riwayat Abu Dawud).
4. Memandikan
mayyit di tempat tertutup dantidak ada yang masuk kecuali yang berkepentingan
dalam memandikan.
5. Yang
memandikan menggunakan sarung tangan, hingga tidak langsung menyentuh aurat mayyit.
6. Orang
yang memandikan harus orang yang dipercaya ( H.R ibnu Majah).
7. Menundukan
mayit dengan menyandarkan punggung mayyit dengan lutut kanannya (yang
memandikan), lalu memegang kepala mayyit agar tidak miring.
8. Menekan
dengan perlahan perut mayyit, agar kotoran yang ada di dalam perut mayyit
keluar.
9. Lalu
mengistinjakkannya (membersihkan kubul dan dubur nya) dengan menggunakan sarung
tangan.
Catatan: tidak perlu berniat dalam mengistinja’kan
mayyit.
10. Membersihkan
kotoran di telinga, hidung dan mulut mayyit dengan menggunakan
jari-jari dan sarung tangan yang baru (bukan yang bekas digunakn
bekas istinja’).
11. Mewudhukan
mayyit sebelum memandikannya ( H.R Bukhari Dan Muslim).
Lafazd niatnya: (menurut ulama mahzzb syafi’i).
نويت اداء الوضوء عن
هذا الميت
Nawaitul Adaa alwudhuui’an hadzal mayyiti
12. Ketika
memandikan mayyit hendaknya mendahulukan bagian sebelah kanan (H.R Bukhari dan
Muslim).
13. Membasuh
badan mayyat dengan air sebanyak tiga atau lima kali atau lebih, yang penting
bilangannya ganjil (H.R Bukhari dan Muslim).
14. Pada basuhan
yang pertama menggunakan air dan daun sidr (kalau tidak ada, maka
sabun pun bisa), lalu pada basuhan terakhir berikan kapur barus (atau jenis
harum-haruman) H.R Bukhari dan Muslim.
Catatan; kalau ada orang yang meninggal orang yang sedang ihram
haji, mak tidak boleh diberikan sabun dan wangi-wangian (H.R Bukhari dan
Muslim).
15. Ikatan rambut
mayyit dibuka apabila rambut mayyit panjang (H.R bukhari dan Muslim).
16. Khusus
wanita, rambutnya dikepang menjadi tiga lalu diletakkan
dibelakangnya (H.R bukhari dan Muslim).
17. Menyisir
rambut mayyit (H.R Bukhari dan Muslim).
C. Hal-hal yang Diperhatikan dalam
Memandikan Jenazah
1. Apabila
mayyit adalah bperempuan yang bersuami, maka yang paling berhak memandikannya
adalah suaminya, berdasarkan nabi kepada ‘Aisyah: “ Kalau Seandainya kau
meninggal sebelum aku, maka akulah yang memandikanmu dan mengkafanimu” (H.R Al-
Baihaqi dan daruquthni). Begitu juga ketika putrid nabi yang bernam Fatimah
wafat, yang memandikannya adalah suaminya (Ali bin Abi Thalib).
2. Jika
yang meninggal suami, maka yang paling berhak memandikannya ialah
istrinya berdasarkan ijma’ (kesepakatan) ulama sesuai dengan perkataan ‘Aisyah
bahwa kalau bukan karena wasiat dari nabi saw agar beliau jika wafat
dimandikan oleh Ali, maka yang paling berhak memandikan nabi saw adal;ah istri-istrinya
(H.R An-Nasa’I dan Ibnu Hibban).
3. Apabila
mayyit ketika meninggal tidak mempunyai suami / istri maka yang
berhak memandikannya, jika mayyit perempuan, maka yang memandikannya adalah
anak perempuan dan jika laki-laki, maka yang memandikannya juga laki-laki.
4. Yang
paling berhak memandikan mayyit selain suami / istri adalah anak
laki-lakinya terus berikutnya berdasarkan kedekatan dari hubungan nasab atau
kerabat.
5. Apabila
mayyit perempua, lalu tidak ada keluarga juga tidak ada perempuan di daerah
tersebut, maka mayyit tersebut ditayamumkan, juga sebaliknya.
6. Jika
yang memandikan mayyit melihat hal-hal aneh yang betrsifat buruk pada mayyit
ketika dimandikan, maka haram baginya untuk menceritakan hal tersebut klepada
orang lain, berdasarkan sabda nabi saw “Barang siapa yang memandikan
mayyit lalu ia sembunyikan apa-apa yang ada pada mayyit (kejelekan) maka
diampuni dosanya empat puluh kali” (HR. Al-Baihaqi).
7. yang
memndikan mayyit melihat sesuatu yang baik, maka
disunnahkan untuk menceritakannya.
8. Diharamkan
memandikan orang Islam yang mati syahid dalam peperangan membela agama Islam,
karena darahnya nanti akan bersaksi di hari kiamat dan akan lebih wangi dari
minyak kasturi (misk), maka itu nabi saw tidak memandikan para syuhada perang
uhud (H.R Bukhari).
9. Diharamkan
memberiwangi-wangian kepada mayyit yang meninggal dalamkeadaan ihram haji, karena
walaupun ia meninggal, statusnya masih ihram haji. Kepalanya juga tidak boleh
ditutup, karena nanti dia dibangkitkan dalam keadfaan bertalbiyah, berdasarkan
H.R Jamaah.
BAB II
MENGKAFANI JENAZAH
A. Kadar minimal pada
Kain Kafan
Minimal kain kafan itu adalah baju atau kain yang menutup
seluruh badan mayyit. Ini semua kalau keadaan mendesak atau mayyit tidak
mempunyai harta warisan untuk membeli kain kafan dan tidak ada orang yang
membantu.
B. Kadar
Sempurna pada Kain Kafan
Kain Kafan memenuhi standar kesempurnaan adalah:
1. Berwarna putih (H.R Abu
Dawud dan At -Turmudzi)
2. Bagus dan suci (H.R Ibnu
Majahdan At-turmudzi)
3. Kain kafan diberi
wangi-wangian atau diasapkan dengan asap yang wangi, apabila kapan diasapkan
maka disunnahkan sampai tiga kali (H.R Ahmad dan Al-Hakim)
4. Untuk laki-laki
menggunakan tiga lapis kain kafan (H.R Jama’ah)
5. Untuk perempuan
menggunakan lima lapis kain kafan atau dua lapis kain kafan ditambah dengan
sarung yang menutupi dari dada ke lutut dan ditambah baju gamis yang
menutupi seluruh badannya juga jilbab, berdasarkan riwayat dari Ummu ‘Athiyyah
6. Kain kafan bukan yang
terlalu mahal (H.R Abu Dawud).
C. Tata Cara Memakaikan Kain Kafan
1. Hamparkan selembar
tikar di atas lantai lalu bentangkan empat untas tali di
atasnya. Kira-kira letaknya di tempat kepala, tangan, lutut dan mata kaki
jenazah.
2. Hamparkan di atas tikar
tersebut kain kafan yang sudah disiapkan sehelai demi sehelai dan setiap
helainya diberi wangi-wangian.
3. Jenazah hendaknya duberi kapur
barus halus, kemudian diletakkan di atas hamparan kain kafan yang telah
tersedia.
4. Tempelkan kapas secukupnya
pada bagian muka jenazah, pusarnya, kelaminnya dan duburnya.
5. Setelah itu seluruh tubuh
mayyit dibalut dengan kain kafan, lalu diikat dengan empat utas tali yang sudah
disiapkan dibagian kepala, tangan lutut dan mata kaki.
6. Ada pendapat yang menyunnahkan
pada kain kafan lapisan yang ketiga itu ada gari-garisnya, berdasarkan hadits
riwayat Abu Dawud.
Catatan:
Khusus yang meninggal dalam keadaan ihram haji, maka jangan
ditutupi kepalanya, kalau ia laki-laki. Adapun kalau perempuan maka jangan
ditutupi wajahnya.
BAB III
SHALAT JENAZAH
A. Orang Yang Haram
Dishalatkan
1. Orang kafir atau murtad
2. Orang Islam yang mati
syahid karena perang membela agama Allah (sebagaimana nabi saw tidak
menshalatkan para syuhada uhud dalam hadits riwayat Bukhari). Adapun hikmahnya
karena dosa mereka langsung diampuni.
3. Anak yang meninggal dalam
kandungan, kecuali kalau ketika lahir bayi tersebut masih bergerak-gerak atau
menangis atau meninggal, maka tetap dishalatkan (sebagaimana sabda nabi saw
dalam hadits riwarat At-Turmudzi dan Ibnu Majah: { “ Seorang
bayi itu jika meninggal tidak dishalatkan, tidak mewariskan sampai dia
bergerak-gerak”}. Maksudnya menunjukkan kehidupan walaupun sebentar). Ini
adalah pendapat mayoritas ulama termasuk Imam Syafi’i. Adapun menurut Imam
Ahmad, bayi yang lahir dalam keadaan yang meninggal, hukumnya tetap
dishalatkan, karena bayi tersebut ketika empat bulan di dalam kandungan ia
telah ditiupkan ruh.
B. Syarat-syarat
Shalat Jenazah
1. Orang yang menshalatkan
adalah orang Islam, aqil, baligh, suci dari dua hadats, suci dari hadast di
badan pakaian dan tempat juga menutup aurat dan menghadap kiblat,
seperti syarat shalat.
2. Shalat jenazah syah
dilakukan apabila mayyit sudah dimandikan
3. Mayyit diletakkan di
depan imam, hingga salah satu bagian dari badan mayyit sejajar dengan imam
C. Rukun Shalat
Jenazah
1. Niat; yang dimaksud dengan
niat disini adalah ketika orang melakukan shalat jenazah, di dalam hatinya
ketika takbirratur ihram sadar bahwa ia sedang menshalatkan jenazah. Adapun
melafazdkan niat, menurut mahzab Imam Syafi’I hukumnya sunnah.
Lafazd yang bisa kita ucapkan salah satunya yaitu:
اصلي على هذا الميت
اربع تكبيرات فرض لله تعالى
Ushalli ‘ala hadzal mayyiti arba’a
takbiraatin farad kifayatin lillahi ta’aala(sengaja aku menshalati atas jenazah ini
dengan empat kali takbir, karena allah ta ‘ala).
Catatan:
a. Kalimat
di atas hanya contoh saja, adapun kalau ada lafazd yang lain, maka tidak
masalah. Yang penting ada niat untuk menshalatkan.
b. Kalimat
“fardu kifayatin” tidak wajib dihadirkan di dalam hati, menurut mayoritas ulama
Syafi’i (lihat kitab Minhajuth Thalibin, Imam Nawawi).
c. Tidak
wajib menyebutkan nama si mayyit, tetapi kalau disebutkan lalu salah, maka
niatnya tidak sah (lihat kitab Minhajut An Nawawi).
d. Tidak
wajib menghadirkan jumlah takbir dan lillahi ta ‘ala di dalam hati ketika niat.
e. Kalimat “mayyit
“ bermakna orang yang meninggal, baik bagi lak-laki, perempuan anak
kecil atau dewasa.
f. Kalau
jenazahnya banyak, maka lafazd niatnya:
اصلي على من حضر من
اموات المسلمين اربع تكبيرات فرض لله تعالى
Usshalii ‘ala hadhara min amwatil muslimiin
arba’a takbiiratin farad kiifayatin lillaahi ta’ala. (sengaja aku menshalati atas orang-orang
meninggal dari kaum muslimin empat takbir fardu kifayah karena Allah ta’la
g. Adapun
bagi makmum, cukuplah melafazdkan niat
اصلي على من صلى عليه
الامام اربع تكبيرات فرض كفاية ما موما لله تعلى
Ushalli ,ala man shalla ‘alaiihil imam arba’a
takbiiratin lillahi ta’ala(sengaja
aku menshalati atas yang dishalati imam empat takbir sebagai ma’mum fardu
kifayah karena Allah)
h. Adapun
kalau jenazahnya 2 orang maka bisa menggunakan lafazd niat di atas (jenazah
banyak) atau dengan kalimat.
اصلي على هذ ين الميتين
اربع تكبيرات فرض كفاية لله تعلى
Ushallii ‘ala hadzaiinil mayyitaiini arba’a
takbiratin farad kiifayatin lillaahi ta’ala (sengaja Aku menshalati atas dua mayyit ini empat takbir
sebagai ma’mum fardu kifayah karena Allah ta’ala
2. Berdiri bagi yang mampu
3. Empat kali takbir
(termasuk takbiratul ihram) dalam hadits riwayat bukhari dan Muslim nabi saw
mmelakukan shalat ghaib untuk Najasyi dengan empat kali takbir
Catatan: “boleh saja menambah takbir lebih dari empat kali, karena
ada riwayat yang menyebutkan nabi saw takbir sampai lima kali, enam
kali bahkan sampai Sembilan kali (H.R At-Thahawi)
4. Membaca al-fatihah sesudah
takbir pertama(takbiratul ihram (H.R Bukhari)
5. Membaca shalawat kepada
nabi saw setelah takbir kedua (H.R Al-Baihaqi dan Al-Hakim) yqng pqling afdhal
membaca shalawat ibrahimmiyah, yaitu:
اللهم صل على محمد وعلى
ال محمد كماصليت على ابرا هيم وعلى ال ابرا هيم, وبارك على محمدوعلى ال محمد كما
باركت على ابرا هيم وعلى ال ابرا هيم في العالمين انك حميد مجيد.
6. Berdoa untuk jenaazah
setelah takbir yang ketiga, dengan doa yang dicontohkan oleh nabi saw, yaitu:
a. Dalam hadits riwayat Muslim:
Allahummagh firlahu (ha) warhamhu (ha)
wa’fuanhu (ha) wa’aafihi
wa (ha) wa akrim nuzulahu (ha) wassi’ madkhalahu (ha) wagh silhu (ha) bimaain
wa tsaljin wabarodin wanaqqihi (ha) minal khathaya kama yunaqqotsaubul abyadul
minad danasi wa abdilhu (ha) daaran khairan min jaujihi (ha) wa qihi (ha)
fitnatal wa ‘adzabannaar.
Artinya: “Ya Allah, ampunilah ia, kasihanilah, maafkanlah ia,
selamatkanlah ia, hormatilah kedatangannya, luaskanlah tempat masuknya, bersihkanlah
ia dengan air es dan air dingin. Bersihkanlah ia dari dosa, sebagaimana kain
putih yang dibersihkan dari kotoran dan gantilah keluarganya dengan lebih baik
dari keluarga sebelumnya dan peliharalah ia dari adzab kubur dan siksa neraka.
Catatan: Kata “ha” menunjukan pada perempuan, jadi kalau jenazahnya
perempuan maka gantilah (hu) menjadi “ “. Kalau jenazahnya lebih dari dua, maka
kalau laki-laki gantilah dengan kata “hum”. Tetapi kalau banyak, maka gantilah
dengan kata “hunna”.
b. Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ashabus
Sunan
اللهم اغفر لحينا
وميتنا, وصغيرنا وكبيرنا وذ كرنا وانثا نا وشا هد نا وغاءبنا, اللهم من احييته منا
فاحيه على الاسلام, ومن توفيته منا فتو فه على الايمان, اللهم لا تحر منا اجره,
ولا تضلنا بعده
Artinya: “Ya Allah ampunilah bagi orang yang hidup diantara kami
dan orang yang mati diantara kami, orang yang kecil kami, orang yang besar
kami, laki-laki dari kami, perempuan dari kami dan yang hadir dari kami dan
yang tidak hadir dari kami. Ya Allah, siapa yang telah Engkau hidupkan diantara
kami, maka hidupkanlah dengan Islam dan siapa yang Kau wafatkan dari kami maka
wafatkanlah ia atas keimanan. Ya Allah jangan kau haramkan (halangi) pahalanya
dean jangan kau sesatkan kami setelahnya.
Catatan: Kalau jenazahnya anak kecil, maka doanya seperti di atas
(bagian b) atau membaca doa ini (berdasarkan kitab Al-Adzkar, Imam An-Nawawi)
اللهم اجعله فرطا
لابويه وسلفا وذخرا وعظة واعتبارا وشفيعا وثقل به موازينهما وافرغ الصبر على قلو
بهما ولا تفتنهما بعده, ولاتحر مهما اجره
Artinya: Ya Allah ia (anak yang wafat) sebagai pendahulu yang
baik bagi kedua orang tuanya, juga sebagai simpanan (amal) sebagai nasehat dan
pelajaran dan pemberi syafaat bagi orang tuanya dan jangan kau coba orang
tuanya (dengan bencana dan maksiat) setelahnya (wafat) dan jangan Kau halangi
keduanya dari pahalanya.
7. Mengucapkan salam; boleh
satu kali, boleh juga dua kali. Dianjurkan sebelum salam membaca doa ini:
اللهم لا تحر منا اجره
(ها) ولاتفتنا بعده (ها) واغفرلنا وله (ها) و لجميع المسلمين
Catatan: sebagian ulam Syafi’I menganjurkan membaca ayat ini
sebelum salam:
tûïÏ%©!$# tbqè=ÏJøts† z¸öyèø9$# ô`tBur ¼çms9öqym tbqßsÎm7|¡ç„ ωôJpt¿2 öNÍkÍh5u‘ tbqãZÏB÷sãƒur ¾ÏmÎ/ tbrãÏÿøótGó¡o„ur tûïÏ%©#Ï9 (#qãZtB#uä $uZ/u‘ |M÷èÅ™ur ¨@à2 &äóÓx« ZpyJôm§‘ $VJù=Ïãur öÏÿøî$$sù tûïÏ%©#Ï9 (#qç/$s? (#qãèt7¨?$#ur y7n=‹Î6y™öNÎgÏ%ur z>#x‹tã ËLìÅspgø:$# ÇÐÈ
Artinya: “(Malaikat-malaikat) yang memikul arsy dan malaikat
yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman
kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya
mengucapkan) “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu,
maka berilah tuntunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jaln
Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang
menyala-nyala”. (Q.S Al-Ghafir: 07)
D. Sunnah-Sunnah
Shalat Jenazah
1. Mengangkat tangan ketika
takbiratul ihram dan takbir lainnya (H.R Al-Baihaqi)
2. Tidak mengeraskan bacaan
al-fatihah (israr) , H.R An-Nasa’i
3. Shalat jenazah dilakukan
secara berjamaah
4. Membaca ta ‘awudz
5. Tidak usah membaca doa
iftitah (menurut mayoritas mahzab Syafi ‘i)
6. Yang menjadi imam adalah
anak laki-laki mayyit atau kerabatnya, dengan syarat mereka orang yang mengerti
tentang shalat jenazah, kecuali si mayyit berwasiat hendak dishalatkan dengan
orang yang dipilihnya
7. Imam Ibnu Hajar berpendapat,
disunnahkan menambahkan kata “wabarakatuhu” ketika salam.
8. Yang menshalati berjumlah
tiga shaf (Ahmad, Abu Dawud dan at-Turmudzi)
9. Jumlah orang yang
menshalatkan banyak (H.R Muslim)
10. Jenazah laki-laki diletakkan di depan Imam dengan
posisi kepala jenazah menghadap ke Selatan dan kakinya menjulur
lurus ke Utara. (inilah secara teori dalam mahzab Syafi ‘i tetapi pada
pengalaman atau prakteknya yang dilakukan kebanyakan orang menjadi terbalik,
yaitu kepala jenazah menghadap ke Utara dak kakinya menghadap ke Selatan)
11. Bila jenazah laki-laki, maka imam berdiri
menghadap sejajar dengan kepala jenazah. Adapun jika jenazah perempuan maka
imam berdiri menghadap sejajar dengan bagian tengahnya (pinggul) H.R Abu Dawud
dan At Turmudzi) jenazah anak laki-laki di belakang jenajah laki-laki dewasa,
sedangkan jenazah anak perempuan di belakang jenazah perempuan dewasa
12. Jika jenazah banyak terdiri dari laki-laki dan
wanita maka cara menshalatkannyan boleh sekaligus, dengan cara jenazah
laki-laki diletakkan lebih dekat dengan imam, sedangkan jenazah perempuan lebih
dekat ke arah kiblat (H.r Al-Baihaqi dan An-Nasa ‘i)
13. Kalau bisa jangan menshalatkan jenazah pada waktu
yang dimakruhkan, yaitu ketika matahari meninggi dan ketika istiwa (matahari
berada di tengah dan ketika matahari akan terbenam sampai terbenam. (H.R
Muslim)
E. Shalat Ghaib
Yang dimaksud denagan shalat ghaib adalah apabila jenazah yang
akan kita shalatkan tidak berada di tempat kita, misalnya kita berada di
Ketapang sedangkan mayyitnya berada di Pontianak, maka kita boleh shalat ghaib,
berdasarkan hadits riwayat Jamaah bahwa nabi dan para sahabat menshalati raja
Najasyi yang meninggal di Habasyah (Eutophia).
Tetapi ada beberapa ketentuan yang perlu kita perhatikan dalam
shalat ghaib ini, diantaranya
1. Kita boleh menshalati jenazah setelah ia
dimandikan
2. Menurutt sebagian ulama mahzab Syafi‘i,
ketika menghadirkan niat di dalam hati pada shalat ghaib, wajib menghadirkan
nama jenazah di dalam hati. Tetapi kalau ia melafazdkan kalimat
berikut dan menghadirkannya di dalam hati maka sudah cukup.
اصلي على من تجوز
الصلاة عليه من اموات المسلمين
Adapun makmum cukuplah baginya mengucapkan niat seperti shalat
jenazah:
اصلي على من صلى عليه
الامام
BAB IV
MEMBAWA JENAZAH
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika membawa mayyit ke
kuburnya
1. Berjalan sedikit cepat
(seperti yang nabi lakukan pada jenazah Sa ‘ad bin Mu ‘ad dalam kitab Tarikh
imam Bukhari).
2. Mengikuti jenazah dari
belakang lebih utama.
3. Mengantar jenazah dengan
berjalan bukan dengan berkendaraan (H.r Baihaqi dan Abu Dawud).
4. Dimakruhkan mengeraskan
dzikir ketika membawa jenazah (berdasarkan riwayat dari para sahabat dan tabi
‘in dimakruhkan juga mengangkat suara (H.R Abu Dawud).
5. Tidak mengiringi jenazah
dengan api (H.r Ibnu Majah), adapun membawa pelita atau lampu hukumnya boleh
apabila memerlukannya karena menguburkan jenazah pada malam hari (HR.
At-Turmudzi).
6. Para penggiring jenazah
dimakruhkan untuk duduk sebelum keranda jenazah diletakkan di kaki kubur (HR.
Al-Hakim), kecuali apabila dia dating ke kuburan lebih awal tanpa mengiring
mayyit, maka boleh-boleh saja dia duduk.
7. Disunnahkan bagi yang
sedang duduk lalu ada jenazah yang melintas di depannya, untuk berdiri sampai
jenazah itu lewat (HR. Muslim), sebagian ulama mensyaratkan disunnahkannya
berdiri kalau mayyitnyaorang Islam. Sedangkan sebagian ulama lainnya tidak
mensyaratkannya, jadi walaupun jenazah orang kafir pun tetap disunnahkan
berdiri (sebagaimana yang dilakukan sebagian sahabat nabi saw dalam riwayat
Bukhari dan Muslim).
8. Perempuan boleh mengiringi
jenazah, terutama jenazah keluarganya. Adapun hadits-hadits yang banyak
meriwayatkan tentang pelarangan perempuan mengiringi jenazah, semua riwayatnya
lemah, dan yang terkuat adalah perkataan Ummu “Athiyyah: “ Kami (perempuan)
dilarang oleh nabi saw mengiringi jenazah. Tetapi nabi saw tidak melarang kami
secara tegas” (HR. BUkhari dan Muslim). Dalam mengomentari hadits
ini, Imam Ibnu Hajar berkata: “Lafazd hadits”nabi tidak melarang kami secara
tegas”, menunjukan bahwa larangan nabi tersebut hanya bersifat makruh saja,
bukan mengharamkan. Hal ini didukung oleh hadits yang meriwayatkan bahwa Umar
melihat seorang wanita menangis ikut mengiringi jenazah lalu ia membentaknya,
maka nabi mencegah Umar dan menyuruh Umar untuk membiarkan perempuan tersebut
(HR, Ibnu Kisan dengan sanad yang shahih).
BAB V
MENGUBURKAN JENAZAH
A. Kadar Minimal Kubur
Paling minimal kuburan adalah berbentuk lobang yang bisa menjaga
jenazah dari penciuman binatang buas dan bisa menutupi bau mayyit, hingga tidak
keluar (HR. At-Turmudzi dan An-Nasa ‘i)
B. Kadar
kesempurnaan kubur
Disunnahkan mendalamkan kuburan (HR, At-Turmudzi), dalam mazhab
syafi ‘I kadar kesempurnaan kuburan adalah jika kuburan digali sedalam ukuran
orang yang berdiri sambil mengangkat tangannya (HR. Ibnu Abi Syaiban dan Ibnu
Mundzir).
C. Jenis Kuburan
1. Lahat : membuat lubang di
bagian dasar di sisi kubur (dinding kubur) di sebelah kiblat
2. Syaq: membuat lubang di
bagian tengah dari dasar lubang kubur
Catatan: untuk daerah yang tanahnya kuat, maka yang afdhal adalah”
lahat”. Adapun tanahnya basah, maka yang afdhal adalah “syaq”. Nabi
dikuburkan dengan “lahat”, karena tanah Madinah keras.
D. Sunnah-sunnah dalam
Menguburkan
1. Tidak menguburkan jenazah
pada malam hari kecuali terpaksa.
2. Tidak menguburkan jenazah
pada waktu ketika matahari meninggi dan ketika peristiwa(matahari berada di
tenga-tenga) dan ketika matahari akan terbenam sampai terbenam (HR. Muslim).
3. Jenazah dimasukkan dari
kaki kubur (maksudnya pinggir kuburan yang posisi kaki jenazah di bawahnya) HR.
Al-Baihaqi.
4. Mendahulukan kepala
jenazah pada saat memasukkannya ke dalam kubur (HR. Imam Syafi ‘i).
5. Orang yang memasukkan
jenazah berjumlah ganjil. Bisa tiga orang (Ibnu Hibban), ataupun lima orang
(HR. Abu Dawud).
6. Jenajah dibaringkan di
atas lambung kanannya dan wajah dan dadanya menghadap kiblat, lalu ditutup
lubang lahatnya dengan papan atau yang lainnya.
Catatan: menurut mahzab Syafi ‘I, menghadapkan jenazah ke
kiblat hukumnya wajib.
7. Disunnahkan yang memasukkan
jenazah adalah keluarganya.
8. Ketika melrtakkan mayyit,
disunnahkan membaca:
بسم الله وعلى ملة رسول
الله
Artinya: “Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah” (HR. Abu
Dawud).
Atau membaca:
بسم الله وعلى سنة رسول
الله
Artinya: “Dengan nama Allah dan atas sunnah (jalan) Rasulullah
(HR. Abu Dawud).
9. Disunnahkan membuka ikatan
yang ada pada kafan, lalu kain kafan yang menutupi mukanya dibuka hingga
wajahnya menyentuh tanah.
10. Setelah mayyit dimasukkan dan ditutupi papan,
disunnahkan untuk menaburkan tanah tiga kali (HR. Ibnu Majah).
Menurut mahzab Syafi ‘I, tanah ditaburkan di bagian arah letak kepala mayyit
berdasarkan hadits riwayat Al-Baihaqi).
Catatan: berkata
Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al_Adzkar “Menurut ulama-ulama mazhab Syafi‘I
dianjurkan membaca pada taburan yang pertama dengan bacaan ini: منها خلقنا
كم. Pada taburan kedua
membaca: وفيها نعيد كم Pada taburan ketiga membaca: ومنها نخرجكم تارة اخرى
11. Kuburan setinggi satu jengkal (HR. Al-Baihaqi, ini
semua apabila takut kuburan tidak dapat ditandai, namun apabila dapat ditandai,
mak yang lebih afdhal adalah kuburan tersebut adalah rata, seperti makam nabi
saw (HR. Abu Dawud).
12. DIsunnahkan meletakkan batu atau yang lainnya di
atas kubur sebagai tanda (HR. Abu Dawud).
13. Disunnahkan mendoakan jenazah di pinggir kuburnya
dan memohonkan ampunan untuknya dan keteguhan imannya (HR Abu Dawud).
14. Disunnahkan membaca awal surat Al-Baqarah dan
akhirnya (HR. Thabrani dan Al-Baihaqi).
15. Disunnahkan tetap berada di atas kuburan, lama
waktunya seperti orang menyenbelih unta dan membagi-bagikan daging-dagingnya
(sesuai dengan wasiat sahabat nabi saw Amr bin Ash dalam riwat=yat muslim
Catatan: Adapun masalah mentalqinkan mayyit di atas kuburnya,
menurut mahzab Syafi ‘I disunnahkan, walaupun haditsnya lemah, tetapi dikuatkan
dengan hadits-hadits shahih yang lain (baca kitab Al-Adzkar, Imam An-Nawawi
atau kitab fiqih sunnah, Syayid Sabiq).
SUMBER
1. Al- Quran
2. Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail Al-Bukhari(256 H), Al-Jami ‘us Shahih
3. Abul Hasan Muslim bin
Hajjaj An-Naisaburi (261 H), Al-Jami’us Shahih
4. Ahmad bin Syu ‘aib
At-Turmudzi (303 H) Sunan At-Turmudzi
5. Ibnu Hajar Al-Asqalani
(819 H) Fathul Bari
6. Abu Jakaria Yahya
An-Nawawi, Minhajuth Thalibiin
7. Muhammad Al-Khatib Asy
Sirbinii, Mughnil Muhtaaj
8. Muhammad bin Abdullah
Al-Jardani, Fathul Alaam
9. Sayyid Sabiq, Fighus
Sunnah
10. Habib Ahmad bin Umar Asy Syathiri, Al-Yaqutunna
Nafiis
11. Hasan Ali As-Seqqaff, Shahih Syarhil ‘Aqidah Ath
Thahawiyyah
12. http://feriirawan-spdi.blogspot.co.id/2014/04/panduan-ringkas-perawatan-jenazah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar