Minggu, 10 April 2016

PENJELASAN TETNTANG KHOMAR ( MEMABUKKAN )

Khomr
Asbab an Nuzul ayat mengenai keharaman khamar ialah sebagai berikut :
سْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Artinya :
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
Rasulullah juga bersabda:
وإنِّي أَنْهَكُمْ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ
“Dan aku melarang kalian dari segala yang memabukkan.” (HR. Abu Dawud no. 3677, bab al-’inab yu’shoru lil khomr)

“Khomr yang diharamkan dalam syariat adalah apa yang menutup akal.”
Meskipun ahli bahasa berbeda pendapat tentang definisi khomr menurut bahasa… kalaupun seandainya menurut bahasa khomr adalah sesuatu yang memabukkan yang khusus berasal dari anggur. Namun yang menjadi patokan adalah definisi menurut hukum syar’i, telah datang hadits-hadits yang menunjukkan bahwa sesuatu yang memabukkan yang berasal dari selain anggur (juga) dinamakan khomr dan definisi menurut hukum syar’i dikedepankan atas definisi menurut bahasa.” (Fathul Bari, 10/47)
Khomr menurut istilah syariat (terminologi) adalah segala sesuatu yang bisa memabukan tanpa membedakan apakah dari bentuknya nampak bahwa ia memabukan atau bentuknya tidak menunjukkan demikian, dan tanpa memandang dari zat apakah dibuat khomr tersebut, sama saja apakah terbuat dari anggur atau gandum atau nira atau yang lainnya, tanpa memandang apakah berbentuk cairan ataukah berupa zat padat, dan tanpa memandang apakah cara penggunaannya dengan diminum ataukah dengan dimakan atau dengan dihirup, dimasukkan melewati suntikan atau dengan cara apapun, inilah yang di tunjukan oleh hadits-hadits Nabi dan atsar para sahabat.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa zat khomr adalah najis, namun yang benar menurut Syaikh Utsaimin zat khomr tidaklah najis namun hanyalah maknanya yang nHal ini dikarenakan hal-hal berikut:
Pertama, Karena tidak ada dalil akan najisnya zat khomr. Dan jika tidak ada dalil yang menunjukkan akan najisnya zat khomr maka zat khomr adalah suci karena (kaidah mengatakan) asal segala sesuatu adalah suci, Dan tidak setiap yang haram maka otomatis najis, racun haram namun tidak najis.
Kedua, Tatkala turun ayat pengharaman khomr maka khomr ditumpahkan di pasar-pasar yang ada di kota Madinah, kalau seandainya khomr itu zatnya najis maka akan diharamkan juga penumpahannya di jalan-jalan yang dilewati orang-orang sebagaimana diharamkannya menumpahkan air kencing di pasar-pasar tersebut
 Ketiga, Tatkala khomr diharamkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk mencuci bejana-bejana bekas diletakkan khomr sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mencuci bejana-bejana tempat diletakkannya daging keledai negeri tatkala diharamkannya. Maka jika seandainya zat khomr itu najis maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memerintahkan para sahabat untuk mencuci bejana-bejana mereka yang bekas diletakkan khomr.

v  Menurut Ibnu Taimiyah
Ia berkata, “Berobat dengan memakan lemak babi hukumnya tidak boleh adapun berobat dengan memoleskan minyak babi tersebut kemudian nantinya dicuci maka hukumnya dibangun di atas hukum tentang menyentuh najis -tatkala dalam keadaan di luar shalat-, dan para ulama khilaf tentang hukum permasalahan ini. Dan yang benar hukumnya adalah boleh jika dibutuhkan sebagaimana dibolehkannya seseorang untuk beristinja’ (cebok) dengan tangannya dan menghilangkan najis dengan tangannya. Dan apa-apa yang dibolehkan karena ada hajat (kebutuhan, namun tidak mendesak hingga sampai pada keadaan darurat) maka boleh pula digunakan untuk berobat sebagaimana dibolehkan berobat dengan menggunakan memakai kain sutra menurut pendapat yang paling benar dari dua pendapat.
Syaikh Utsaimin berkata, “Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah) telah membedakan antara memakan dan selain memakan dalam penggunaan benda-benda yang najis, apalagi dengan alkohol yang zatnya tidak najis, karena jika alkohol bukanlah khomr maka jelas akan kesuciannya dan jika ia merupakan khomr maka yang benar zatnya pun tidak najis”.


KESIMPULAN

Oleh karenanya maka penggunaan alkohol pada dasarnya hukumnya tidaklah mengapa insya Allah, karena Allah telah menciptakan bagi kita seluruh yang ada di muka bumi ini dan telah menundukkan apa-apa yang ada di langit dan di bumi. Dan bukanlah hak kita untuk menahan sesuatu dan melarang hamba-hamba Allah dari sesuatu tersebut kecuali dengan dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah.
Jika dikatakan, “Bukankah tatkala khomr diharamkan, khomr-khomr tersebut (langsung) ditumpahkan?”
“Jawabannya adalah hal itu menunjukkan kesungguhan dalam melaksanakan perintah dan untuk memutuskan hubungan jiwa dengan khomr, lagi pula kita tidak melihat adanya manfaat khomr jika disimpan pada waktu itu, Allah lah yang lebih mengetahui.” (Dari Fatawa Syaikh Utsaimin, no. 21
Maka di katakan bahwasanya penggunaan khomr untuk selain diminum hukumnya adalah boleh karena hal ini tidak sesuai dengan firman Allah:0)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar