Manfaat dan Keutamaan Ibadah Haji
Oleh: Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr hafizhahullah
(Mantan rektor Universitas Islam Madinah, dan pengajar di Masjid Nabawi)
Segala puji hanya bagi Allah, shalawat serta
salam kita sampaikan kepada Rasulullah, keluarganya dan para sahabatnya.
1. beberapa keutamaan dan manfaat ibadah haji. Aku katakan:
Ibadah haji merupakan sebuah ibadah dari berbagai
macam ibadah yang Allah wajibkan. Allah jadikan ibadah ini sebagai salah satu
dari lima pondasi (rukun) yang dengannya akan tegak agama Islam ini, dan ibadah
haji ini juga merupakan sebuah ibadah yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam sabdanya sebagaimana dalam hadits yang shahih:
بني الإسلام
على خمس: شهادة أن لا إله إلاَّ الله وأن محمداً رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء
الزكاة وصوم رمضان وحج بيت الله الحرام
“Islam dibangun di atas lima (rukun): (1)
Persaksian bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali
hanya Allah dan persaksian bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, (2)
Mendirikan shalat, (3) Menunaikan zakat, (4) Berpuasa pada bulan Ramadhan, dan
(5) Menunaikan ibadah haji ke Baitullah Al-Haram.”
Sesungguhnya Rasulullah telah menunaikan ibadah
haji bersama para shahabatnya pada tahun ke-10 Hijriyah. Dalam momen tersebut,
beliau menjelaskan kepada umatnya tentang tata cara pelaksanaan ibadah ini, dan
sekaligus beliau juga memberikan dorongan kepada umatnya untuk memperhatikan
setiap yang diucapkan dan diamalkan oleh beliau dalam pelaksanaan ibadah
tersebut. Beliau bersabda :
خذوا عني
مناسككم فلعلي لا ألقاكم بعد عامي هذا
“Ambillah oleh kalian dariku (meniru tata
cara manasik yang telah aku ajarkan) dalam menunaikan manasik kalian, karena
barangkali aku tidak bisa lagi bertemu dengan kalian setelah tahun ini.”
Oleh sebab itulah, haji beliau tersebut disebut
dengan haji wada’ (haji perpisahan).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga
memberikan semangat kepada umatnya untuk melaksanakan ibadah haji, menjelaskan
tentang keutamaannya, serta menerangkan tentang janji Allah berupa pahala yang
melimpah bagi siapa saja yang menunaikan ibadah haji dengan sebaik-baiknya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
من حج ولم يرفث
ولم يفسق رجع كيوم ولدته أمه
“Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji, kemudian
dia tidak mengucapkan kata-kata yang keji atau kotor serta tidak berbuat
kefasikan, maka dia akan kembali bersih (dari dosa-dosa) seperti hari ketika
dia dilahirkan oleh ibunya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga
bersabda:
العمرة إلى
العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلاَّ الجنة
“Dari umrah yang satu ke umrah berikutnya
adalah sebagai penghapus dosa-dosa di antara keduanya. Dan haji yang mabrur,
tidaklah ada balasan baginya kecuali Al-Jannah.” [Muttafaqun ‘Alaihi, dari
shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]
Dsebutkan pula di dalam Ash-Shahihain (Shahih
Al-Bukhari dan Shahih Muslim) juga dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, dia mengatakan:
سئل رسول الله
صلى الله عليه وسلم أي العمل أفضل؟ قال:
إيمان بالله ورسوله، قيل : ثم ماذا؟ قال: الجهاد في سبيل الله، قيل: ثم ماذا؟ قال: حج مبرور
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah ditanya: ‘Amalan apakah yang paling utama?’ Maka beliau menjawab:
‘Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Ditanyakan kembali kepada beliau:
‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab: ‘Berjihad di jalan Allah.’ Dan ditanyakan
kembali kepada beliau: ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab: ‘Haji yang
mabrur’.”
Dan di dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berkata kepada ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu
ketika dia masuk Islam:
أما علمت أن
الإسلام يهدم ما كان قبله وأن الهجرة تهدم ما كان قبلها وأن الحج يهدم ما كان قبله
“Tidakkah engkau tahu bahwasanya Islam
menghapus dosa-dosa (kejelekan) yang telah lalu, dan bahwasanya hijrah
menghapus dosa-dosa (kejelekan) yang telah lalu, dan juga bahwasanya haji
menghapus dosa-dosa (kejelekan) yang telah lalu.”
Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya dia berkata kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam:
يا رسول الله
نرى الجهاد أفضل العمل أفلا نجاهد؟ قال:
لا، ولكن أفضل الجهاد حج مبرور
“Wahai Rasulullah, kami mengetahui bahwa
jihad adalah amalan yang paling utama, tidakkah kami juga ikut berjihad?”
Beliau menjawab: “Bukan seperti itu, akan tetapi jihad yang paling utama (bagi
wanita) adalah haji yang mabrur.”
Dari hadits-hadits yang telah disebutkan di atas
dan juga (dalil-dalil) yang lainnya, menjadi jelaslah bagi kita tentang
keutamaan ibadah haji dan betapa besarnya pahala yang telah Allah persiapkan
bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah tersebut. Dan menjadi jelas pulalah
bahwa besarnya pahala yang akan diraih itu adalah hanya bagi barangsiapa yang
ibadah hajinya tergolong haji yang mabrur.
Maka apakah yang dimaksud dengan kemabruran
ibadah haji yang dijanjikan oleh Allah pahala yang cukup besar itu?
Sesungguhnya kemabruran ibadah haji itu akan
diraih dengan beberapa hal, yaitu hendaknya seorang muslim menunaikan ibadah
hajinya dengan sempurna, mengikhlaskan amalannya tersebut semata-mata untuk
mengharap wajah Allah ta’ala dan ketika menunaikan (manasik)nya sesuai
dengan sunnah (dan tata cara yang pernah diajarkan oleh) Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wasallam.
Dan hendaklah dia menjaga pelaksanaan ibadah
tersebut dengan mengamalkan segala yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi
segala yang dilarang oleh-Nya.
Melaksanakan segala yang diperintahkan (oleh
Allah) dan meninggalkan segala yang dilarang (oleh Allah) sebenarnya merupakan
kewajiban seorang muslim sepanjang hidupnya. Akan tetapi kewajiban ini lebih
ditekankan lagi pada waktu-waktu dan tempat-tempat tertentu yang memiliki
keutamaan. Karena Allah menciptakan makhluk-Nya adalah agar mereka beribadah
kepada-Nya, yaitu taat kepada-Nya dengan melaksanakan segala yang diperintahkan
oleh Allah dan meninggalkan segala yang dilarang oleh-Nya. Allah ta’ala
berfirman:
الَّذِي خَلَقَ
الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
“(Allah) yang menciptakan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalannya.”
[Al-Mulk: 2]
Allah ta’ala juga berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” [Adz-Dzariyat: 56]
Sehingga seorang muslim itu harus senantiasa
berada di atas ketaatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari kemaksiatan
kepada-Nya, baik di tengah-tengah pelaksanaan ibadah haji, dan juga sebelum
pelaksanaan ibadah haji ataupun setelahnya. Yang demikian ini adalah agar akhir
kehidupannya ditutup dengan kesempurnaan yaitu dalam keadaan berada di atas
kebaikan. Sehingga akhir hidupnya itu ditutup dalam keadaan baik dan terpuji,
sebagaimana firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian sekali-kali mati
melainkan dalam keadaan Islam.” [Ali ‘Imran: 102]
Dan juga firman Allah ta’ala:
وَاعْبُدْ
رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang
kepadamu ‘al-yakin’ (kematian).” [Al Hijr: 99]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
وإنما الأعمال بالخواتيم
“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung
pada akhir kehidupannya.”
Dan di antara bentuk kebaikan yang dengannya akan
diraih kemabruran ibadah haji adalah hendaknya bersemangat di tengah-tengah
pelaksanaan ibadah hajinya untuk merenungi rahasia-rahasia dan
pelajaran-pelajaran yang terkandung dalam ibadah haji tersebut dan juga
memperhatikan beberapa manfaat (haji) yang sangat banyak, baik manfaat tersebut
adalah manfaat yang bisa segera dirasakan, maupun manfaat yang baru bisa
dirasakan setelah beberapa waktu kemudian. Secara umum manfaat-manfaat tersebut
telah Allah ta’ala sebutkan dalam firman-Nya :
لِيَشْهَدُوا
مَنَافِعَ لَهُمْ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi
mereka.” [Al-Hajj: 28]
Berikut ini adalah uraian beberapa manfaat dan
rahasia (haji) sebagaimana yang telah isyaratkan dalam ayat di atas:
Pertama
Sesungguhnya ikatan yang terjadi antara seorang
muslim dengan Baitullah Al-Haram merupakan ikatan yang sangat kokoh. Di mana
ikatan tersebut mulai tumbuh sejak ia menyatakan diri sebagai seorang muslim,
dan ikatan ini akan terus menerus bersamanya selama ruh masih berada di kandung
badan.
Maka seorang bayi yang dilahirkan dalam keadaan
Islam, pertama kali yang menyentuh pendengarannya dari hal-hal yang Allah
wajibkan adalah rukun Islam yang lima, yang salah satunya adalah malaksanakan
ibadah haji ke Baitullah Al-Haram.
Dan seorang kafir, apabila dia (masuk Islam dan)
bersaksi dengan persaksian yang benar kepada Allah tentang keesaan-Nya dan juga
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah sebagaimana persaksian yang
dilakukan oleh kaum muslimin, maka yang pertama kali diwajibkan kepadanya dari
kewajiban-kewajiban dalam Islam setelah dua kalimat syahadat adalah menegakkan
shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan
ibadah haji ke Baitullah Al-Haram.
Rukun Islam setelah dua kalimat syahadat adalah
menegakkan shalat lima waktu yang Allah wajibkan kepada kaum muslimin dalam
setiap harinya, dan Allah jadikan ‘menghadap ke arah Baitullah Al-Haram’
sebagai salah satu syarat dari syarat-syarat shalat. Sehingga ikatan antara
seorang muslim dengan Baitullah Al-Haram adalah terus-menerus dalam setiap
hari, dia menghadap ke arahnya sesuai dengan kemampuan dirinya dalam setiap
shalat yang dia laksanakan, baik shalat wajib maupun shalat nafilah
(sunnah), sebagaimana dia juga menghadap ke arah Baitullah ketika berdoa.
Hubungan erat yang membuahkan keterikatan antara
hati seorang muslim dengan rumah Rabbnya (Baitullah) yang bersifat terus
menerus ini mau tidak mau akan mendorong seorang muslim untuk selalu ingin
menghadapkan diri kepada Al-Baitul ‘Atiq (Baitullah), agar dengannya
ia merasakan kenikmatan melihat rumah Allah dengan pandangan matanya dan agar
tergerak hatinya untuk menunaikan ibadah haji yang telah Allah wajibkan bagi
siapa saja yang memiliki kemampuan untuk menunaikannya.
Maka bagi seorang muslim, kapan saja dia telah
memiliki kemampuan untuk menunaikan ibadah haji, hendaklah ia bersegera untuk
menunaikannya, sebagai kewajiban yang harus dilaksanakannya, dan dalam rangka
berharap untuk dapat melihat rumah Allah yang ia menghadapkan wajah ke arahnya
di setiap shalat, dan juga dalam rangka berharap agar dapat menyaksikan
berbagai manfaat yang telah Allah diisyaratkan dalam firman-Nya:
لِيَشْهَدُوا
مَنَافِعَ لَهُمْ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai
manfaat bagi mereka.” [Al-Hajj: 28]
Apabila seorang muslim telah sampai di Baitullah,
dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri rumah yang paling mulia dan tempat
yang paling suci di muka bumi, yaitu Ka’bah Al-Musyarrafah (yang
dimuliakan), sebagai tempat pertemuan bagi seluruh kaum muslimin di dalam
shalat-shalat mereka, baik kaum muslimin dari belahan bumi timur maupun barat.
Dia pun juga menyaksikan kaum muslimin berdiri mengitari Ka’bah membentuk
formasi lingkaran tatkala melaksanakan shalat, lingkaran paling kecil adalah
yang ada di sekitar (paling dekat) Ka’bah, kemudian lingkaran yang berikutnya
dan seterusnya sampai lingkaran yang terbesar di ujung dunia.
Di dalam shalat-shalatnya, kaum muslimin
senantiasa dalam keadaan menghadap ke arah rumah Allah, mereka seperti
titik-titik yang membentuk lingkaran, baik yang kecil maupun yang besar, dengan
rumah Allah (Ka’bah Al-Musyarrafah) sebagai pusatnya.
Kedua
Ketika Allah telah memudahkan bagi seorang muslim
untuk berangkat menunaikan ibadah haji ke Baitullah, dan kemudian ketika ia
sampai ke miqat sebagaimana yang telah ditentukan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam untuk memulai ihram, maka dia pun melepas semua
pakaiannya kemudian menggantinya dengan pakaian ihram yaitu mengenakan
sarung pada bagian bawah tubuhnya dan memakai selempang pada bagian atasnya
kecuali kepala (dalam keadaan kepalanya terbuka).
Maka dalam keadaan pakaian yang demikian, semua
jama’ah haji berada dalam keadaan yang sama. Tidak ada bedanya antara yang kaya
dengan yang miskin, dan juga antara pemimpin dengan rakyat. Kesamaan mereka
dalam keadaan seperti ini mengingatkan kepada kesamaan dalam memakai kain kafan
ketika meninggal dunia. Karena ketika seorang muslim meninggal dunia, maka
semua pakaiannya dilepas kemudian dibungkus dengan beberapa kain (kafan).
Sehingga dalam hal ini tidak ada bedanya antara seorang yang kaya dengan yang
miskin.
Apabila seorang jama’ah haji melepas pakaiannya
kemudian menggantinya dengan pakaian ihram, maka hal ini mengingatkannya kepada
sebuah kematian yang merupakan akhir dari kehidupannya di dunia ini untuk
kemudian memulai kehidupan di akhirat. Sehingga dengan hal ini, dia akan
mempersiapkan dirinya dalam menghadapi kematian yang akan menjemputnya dengan
berbagai amalan yang shalih dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.
Persiapan tersebut adalah sebagai bekal bagi dirinya menuju akhirat,
sebagaimana yang Allah ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:
وَتَزَوَّدُواْ
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa.” [Al-Baqarah: 197]
Oleh sebab itulah, ketika ada seseorang yang
bertanya kepada Nabi: “Kapankah datangnya hari kiamat?” Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apa yang telah
engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Sebuah peringatan dari Nabi shalawatullahi
wasalamuhu ‘alaihi bahwa sesuatu yang paling penting bagi diri seorang
muslim adalah agar seharusnya dia senantiasa memperhatikan beberapa hal yang
akan dihadapinya setelah kematian. Kemudian dia bersiap-siap menghadapinya pada
setiap keadaannya dengan melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya.
Ketiga
Kemudian apabila seorang muslim telah masuk pada
pelaksanaan ibadah haji, dia akan bertalbiyah dengan mengucapkan
kalimat-kalimat tauhid sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam:
لبيك اللهم
لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك
“Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut
panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu yang tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut
panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat dan kekuasaan hanyalah
milik-Mu, yang tidak ada sekutu bagi-Mu.”
Dia mengucapkan talbiyah ini dalam keadaan
dirinya merasakan kandungan kalimat tersebut, berupa tauhid (mengesakan) Allah
dalam ibadah, bahwasanya Allah adalah satu-satu Dzat yang dikhususkan pada-Nya
semua bentuk peribadatan tanpa selain-Nya. Sebagaimana Dia subhanahu
wata’ala sebagai satu-satunya Dzat yang menciptakan dan mewujudkan
makhluk, maka wajib untuk menjadikan Dia sebagai satu-satunya Dzat yang
diibadahi tanpa selain-Nya, siapapun dia. Dan memalingkan (mempersembahkan)
salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah merupakan bentuk kezhaliman yang
paling zhalim dan kebatilan yang paling batil.
Kalimat yang diucapkan oleh seorang muslim
tersebut adalah sebagai sambutan terhadap panggilan Allah kepada para hamba-Nya
dalam pelaksanaan ibadah haji ke Baitullah Al-Haram. Dengannya seorang muslim
akan merasakan betapa agungnya kedudukan Sang Penyeru, yaitu Allah dan betapa
pentingnya sesuatu yang diserukan itu. Sehingga dia berusaha untuk memenuhi
panggilan tersebut sesuai dengan tata cara yang diridhai oleh Allah ta’ala,
dan dia pun mengetahui bahwa inti dari ibadah haji dan juga ibadah-ibadah yang
lainnya adalah
Ikhlas kepada Allah, sebagaimana yang telah
ditunjukkan dalam kalimat tauhid yang terkandung dalam talbiyah di atas.
Mutaba’ah (mencontoh/mengikuti) petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam pelaksanaan manasik
haji, beliau bersabda:
خذوا عني
مناسككم
“Ambillah oleh kalian dariku (meniru tata
cara manasik yang telah aku ajarkan) dalam menunaikan manasik kalian.”
Keempat
Ketika seorang muslim telah sampai di Ka’bah yang
mulia, dia akan menyaksikan pelaksanaan ibadah thawaf yang ada di sekitar
Ka’bah, yang mana thawaf ini tidak boleh dilaksanakan dalam syarilat Islam
kecuali dikhususkan pada tempat ini saja. Semua bentuk pelaksanaan thawaf yang
dilakukan pada selain tempat ini, maka itu merupakan syari’at dari setan, serta
pelakunya diancam dengan firman Allah ta’ala:
أَمْ لَهُمْ
شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai tandingan-tandingan
selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan oleh
Allah?” [Asy-Syuura: 21]
Dia juga akan menyaksikan dicium dan diusapnya
Hajar Aswad dan diusapnya Rukun Yamani. Tidaklah datang dari syari’at Islam
yang menganjurkan untuk mencium atau mengusap batu-batuan atau bangunan kecuali
pada dua tempat (Hajar Aswad dan Rukun Yamani) ini saja.
Ketika Umar bin Al-Khaththab mencium Hajar Aswad,
beliau menerangkan bahwa perbuatan yang beliau lakukan tersebut adalah
semata-mata mengikuti contoh Rasulullah sahallallahu ‘alaihi wasallam
tatkala mencium Hajar Aswad. Kemudian beliau mengatakan kepada Hajar Aswad:
ولولا أني رأيت
النبي صلى الله عليه وسلم يقبلك ما قبلتك
“Kalaulah seandainya aku tidak melihat Nabi
menciummu, niscaya aku tidak akan melakukannya.”
Kelima
Seorang jama’ah haji akan menyaksikan dalam
pelaksanaan ibadah hajinya tersebut pertemuan akbar kaum muslimin, yaitu pada
hari Arafah di padang Arafah, saat para jama’ah haji berwukuf secara
bersama-sama di tempat itu dalam keadaan bertalbiyah dan bertahlil kepada
Allah, memohon kebaikan dunia dan akhirat.
Pertemuan akbar kaum muslimin ini akan
mengingatkan mereka kepada padang mahsyar di hari kiamat yang semua umat
manusia dari awal (zaman) sampai akhir (zaman) bertemu dan berkumpul di tempat
tersebut, menunggu keputusan Allah untuk kemudian mereka menuju tempat tujuan
yang terakhir sesuai dengan amalan-amalan yang mereka kerjakan. Apabila mereka
mengamalkan amalan-amalan yang baik maka akan mendapatkan balasan kebaikan, dan
jika mereka mengamalkan amalan-amalan yang jelek maka akan mendapatkan balasan
kejelekan.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam selaku hamba dan utusan Allah, memintakan syafaat kepada Allah
untuk mereka, agar Allah segera memberi keputusan-Nya. Maka Allah pun memberikan
syafaat-Nya (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Itulah Al-Maqamul
Mahmud (kedudukan yang terpuji), yang semua umat manusia mulai dari awal
(zaman) sampai akhir (zaman) memberikan pujian atas beliau. Dan Inilah yang
disebut dengan Asy-Syafa’atul ‘Uzhma, yang dikhususkan hanya untuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak ada seorang pun
yang memilikinya baik dari kalangan malaikat yang didekatkan maupun para nabi
yang diutus.
Dan dalam pertemuan akbar umat Islam tersebut,
baik di padang Arafah maupun di tempat-tempat pelaksanaan ibadah haji
yang lainnya, kaum muslimin dari penjuru timur dan barat saling bertemu, mereka
saling berkenalan dan memberikan nasehat, serta sebagian mereka mengetahui
keadaan sebagian yang lainnya. Mereka bersama-sama dalam suasana kegembiraan
dan rasa senang, sebagaimana sebagian mereka bersama-sama dengan sebagian yang
lain ketika mengalami sakit, sehingga mereka menunjukkan apa yang sudah
semestinya mereka lakukan kepada orang lain. Dan mereka juga saling menolong di
atas kebaikan dan ketakwaan sebagaimana yang telah Allah ta’ala
perintahkan.
Inilah beberapa (sebagian) manfaat yang aku
sebutkan dari keseluruhan manfaat yang banyak sekali, yang secara umum telah
Allah ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ
لَهُمْ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat
bagi mereka.” [Al-Hajj: 28]
Manfaat terbesar bagi seorang muslim setelah dia
selesai dari pelaksanaan ibadah haji adalah hendaknya ia berusaha agar ibadah
hajinya tersebut diterima, dan hendaknya keadaan dirinya setelah menunaikan
ibadah haji adalah lebih baik daripada sebelumnya. Sehingga dia berusaha untuk
menjadikan ibadah hajinya sebagai langkah awal di dalam melakukan berbagai
perubahan dirinya, baik dalam hal perilaku hidup maupun amalan-amalan
kesehariannya, dia mengubah kejelekan dirinya dengan kebaikan dan mengubah
dirinya dari kebaikan kepada keadaan yang lebih baik lagi.
Dan hanya kepada Allah tempat memohon semoga Dia
memberikan taufiq-Nya kepada kaum muslimin agar mereka diberi kefahaman dalam
urusan agama mereka dan kekokohan di atasnya, dan agar Allah mengokohkan
kedudukan kaum muslimin di muka bumi, serta menolong mereka atas musuh-musuh
Allah dan musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penolong dan Maha Mampu
atas itu semua.
وصلى الله وسلم
وبارك على عبده ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه
Diterjemahkan dari: http://sahab.net/forums/showthread.php?t=353595
Tidak ada komentar:
Posting Komentar