Selasa, 05 April 2016

Landasan Pengembangan Kurikulum PAI

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Pengembangan Kurikulum PAI
Kurikulum di susun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional, dan pendidikan  nasonal berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Kurikulum untuk lembaga pendidikan tentu sudah ada. Artinya telah disusun sebelumnya oleh para perencana kurikulum. Tugas para pelaksana pendidikan di sekolah seperti guru dan kepala sekolah tinggal melaksanakan, membina dan mengembangkanya. Melaksanakan kurikulum di maksudkan
mentransformasi program pendidikan kepada peserta didik melalui proses pengajaran. Membina kurikulum di maksudkan menjaga dan mempertahankan agar pelaksanaan kurikulum sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum potensial. Dengan perkataan lain membina kurikulum adalah mengupayakan kesesuaian kurikulum actual dengan kurikulum potensial, sehingga tidak terjadi kesenjangan.Dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum haruslah seorang guru haruslah berpijak pada landasan yang kokoh, landasan tersebut setidak-tidaknya berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a)      Arah kurikulum itu sendiri dilandaskan kepada sesuatu yang diyakini sebagai suatu kebenaran atau kebaikan.
b)      Isi kurikulum sesuai dengan tuntutan masyarakat yang bersifat dinamis sebagai pengaruh ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
c)      Proses belajar mengajar prinsip psikologis baik teori tentang belajar maupun perkembangan individu.
Perkambangan kurikulum adalah tahap lanjutan dari Pembinaan kurikulum, yakni upaya meningkatkan dalam bentuk nilai tambah dari apa yang telah dilaksanakan sesuai dengan kurikulum potensial. Upaya ini bisa dilakukan apabila di adakan penilaian terhadap apa yang telah dilaksanakan. Denan melakukan penilaian dapat diketahui kekurangan dalam pelaksanaan dan pembinaan kurikulum. Kekurangan tersebut sedapat mungkin di atasi, dicarikan upaya lain yang lebih baik, sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal. Lebih dari itu, hasil kurikulum dari tahun ke tahun selalu diupayakan meningkat sehingga ada nilai tambah. Pengembangan kurikulum mempunyai dua maksud yaitu :
d)     Penyusunan dan perencanaan suatu kurikulum
e)      Penjabaran kurikulum resmi ke dalam pengembangan program belajar mengajar (kurikulum actual)

Ada empat landasan pokok dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum. Keempat landasan tersebut adalah landasan filosofis, social budaya, psikologis, organisatoris, empiris, yuridis,  ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.      Landasan Filosofis
Landasan filosofis, dimaksudkan bahwa ajaran filsafat memegang peranan penting sebagai landasan pengembangan kurikulum. Filsafat sebagai suatu lapangan pemikiran dan penelitian manusia mengenai aspek kahidupan  secara kritis, radikal dan universal, sehingga menghasilkan pemikiran yang hakiki, walaupun masih bersifat relatif dan subyektif. Dengan kedua sifat tersebut akhirnya menimbulkan adanya perbedaan-perbedaan aliran dalam filsafat.
Pendidikan sebagai aktifitas manusia, bertujuan menanamkan nilai dan norma tertentu kepada manusia, khuusnya kepada anak didik. Untuk menjamin pelaksanaan agar nilai-nilai itu berproses secara efektif, maka diperlukan landasan yang dinamakan dengan filsafat pendidikan. Karena itu, filsafat pendidikan sebagai landasan filosofis, menjiwai seluruh kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan.
Dengan demikian, kurikulum merupakan salah satu sarana terwujudnya
proses pendidikan, dan berarti pula sebagai sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan. Karena tujuan pendidikan itu secara jelas dirumuskan dalam
tujuan kurikulum.
Sifat berfikir yang menyeluruh dan mendasar tentang hidup dan eksistensi
manusia merupakan ciri filsafat. Bidang telaah filsafat awal mulanya
mempersoalkan siapa manusia itu, kajian terhadap persoalan ini
menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi tentang
manusia. Tahap selanjutnya filsafat mempersoalkan tentang hidup dan
eksistensi manusia.
Dari dua telaahan ini filsafat mencoba menelaah tentang tiga pokok
persoalan yaituhakikat benar-salah(logika), hakikat baik-buruk(etika),
hakikat indah-jelek(estetika).
Pandangan hidup manusia mencakup ketiga aspek tersebut (logika, etika,
estetika). Hakikat benar salah adalah telaahan bidang ilmu. Hakikat baik
buruk telaahan bidang nilai. Sedangkan indah jelek telaahan bidang seni.
Dalam hubunganya dengan kurikulum ketiga pandangan tersebut
(ilmu,nilai, seni) saangat diperlukan, terutama dalam menetapkan arah dan
tujuan pendidikan. Artinya, kemana pendidikan akan dibawa, terlebih
dahulu harus ada kejelasan mengenai pandangan hidup manusia, atau
tentang hidup atau eksistensi manusia.         Dalam kaitanya pandangan
hidup manusia seperti dijelaskan sebelumnya ada tiga hal yang cukup
mendasar yakni iman, budi pekerti, ilmu. Dalam konteks lebih luas adalah
moral, ilmu dan amal (perwujudan dari iman dan ilmu).
Kurikulum sebagai alat hendaknya menjamin tercapainya atau
terlaksananya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Penyusunan
kurikulum harus berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Karena itu hubungan pendidikan dengan kurikulum adalah
hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Hanya isi yang tepat atau
kurikulum yang sesuai akan mengantarkan kearah tercapainya tujuan
pendidikan, oleh karena itu, kurikulum merupakan isi dan sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian kurikulum pada hakikatnya
menyangkut masalah ilmu, teori skill, praktek, masalah nilai mental, dan
sebagainya.
Implikasi bagi para pelaksana pendidikan terutama bagi guru, kepala
sekolah dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum
di sekolah, nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan, harus
menjadi acuan yang mendasar dalam mewujudkan praktek pendidikan di
sekolahsehingga menghasilkan anak didik menjadi manusia yang beriman,
berilmu dan beramal dalam kondisi serasi, selaras dan seimbang. Disinilah
pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubunganya
pendidikan dan pengajaran di sekolah.
2.      Landasan Sosial Budaya
Pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat, martabat manusia. Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks itulah anak didik di hadapkan dengan budaya manusia.  Terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu :
a.       psikologi perkembangan.
b.      psikologi belajar.

Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.   Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Ada dua pertimbangan, kenapa social budaya di jadikan landasan dalam pengembangan kurikulum pendidikan, yaitu :
1.      Sikap orang dalam masyarakat selalu berhadapan dengan masalah-masalah yang ada di dalamnya, juga cara hidup kelompoknya.karena seorang individu lahir dalam keadaan tidak berdaya, dan individu memperoleh kebudayaan kebudayaan dengan berinteraksi dengan keluarga, lingkungan dan sekolah. Dalam hal ini sekolah memiliki tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada mereka dengan salah saatu alat yang disebut kurikulum.
2.      Kurikulum dalam setiap masyarakat merupakan relasi dari cara orang berfikir, karena itu, untuk membina struktur dan fungsi kurikulum di perlukan kebudayaan.

Dalam setiap kebudayaan akan dijumpai adanya unsure kebudayaan yang sifatnya universal. Keuckchon menyebut tujuh unsure kebudayaan yang sifatnya universal dalam setiap kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah :
1.      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian,alat-alat rumah tangga, alat-alat produksi, alat transportasi dan lain-lain).
2.      Mata pencarian hidup dan system-sistem ekonomi (pertanian,peternakan,system produksi, system distribusi dan lain-lain).
3.      Sistem kemasyarakatan (system kebenaran, organisasi politik, system hokum dan system perkawinan).
4.      Bahasa (lisan maupun tulisan)
5.      Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan lain-lain).
6.      Sistem pengetahuan.
7.      Religi (system kepercayaan).

3.      Landasan Psikologis
Pendidikan senantiasa berkaitan dengan perilaku manusia. Melalui pendidikan diharapkan ada perubahan pribadi menuju kedewasaan baik menyangkut fisik, mental atau intelektual, moral maupun social. Kurikulum merupakan program pendidikan yang berhubungan dengan pemilihan dan organisasi bahkan yang mampu merubah perilaku. Namun haus di ingat pula bahwa perubahan perilaku pada manusia tidak seluruhnya sebagai akibat intervensi  (campur tangan) dari program pendidikan tetapi juga sebagai akibat kematangan dirinya dan factor lingkungan yang membentuknya diluar program pendidikan yang diberikan  sekolah.
terkait dengan ini, ada beberapa cirri tingkah laku yang disebabkan oleh pendidikan atau hasil belajar, yaitu:
1.      Terbentuknya tingkah laku baru yang berupa kemampuan actual dan kemampuan potensial.
2.      Kemampuan baru berlaku dalam waktu yang relative lama.
3.      Kemampuan baru itu diperoleh melalui usaha rasional.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Sedangkan kurikulum adalah upaya dalam menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku itu sendiri. Oleh karena itu dalam mengembangkan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan perilaku tersebut harus dikembangkan. Dengan kata lain pentingnya landasan psikologi dalam kurikulum terutama, dalam hal bagaimana kurikulum harus disusun, bagaimana kurikulum harus diberikan dalam bentuk pengajaran dan bagaimana proses belajar siswa dalam mempelajari kurikulum.
4.      Landasan Organisatoris
Kurikulum merupakan pengalaman dan kegiatan dibawah tanggung jawab guru dan sekolah. Pengalaman dan kegiatan tersebut haruslah disusun sedemikian rupa agar lebih efektif dan efisien dalam penyampaian terhadap siswa. Untuk itu, diperlukan adanya organisasi kurikulum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa organisasi kurikulum adalah berupa kerangka umum program pengajaran yang akan disampaikan kepada murid.Dari pengalaman yang terbentuk dari program itu diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu organisasi kurikulum dapat berfungsi untuk lebih memudahkan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, karena dengan organisasi tersebut memudahkan guru dalam penyajian bahan-bahan pelajaran terhadap siswa.
5.      Landasan Empiris
Reformasi dalam bidang pendidikan yang berjalan saat ini antara lain didorong oleh kepentingan untuk menjawab berbagai masalah pendidikan nasional.[1][9] Perkembangan iptek yang sangat pesat memunculkantuntutan baru dalam berbagai aspek kehidupan, seperti diterapkanya prinsip demokrasi, desentralisasi, dan keadilan termasuk dalam system pendidikan. Tuntutan tersebut menyangkut pembaruan sistem pendidikan yang diantaranya meliputi pembaruan kurikulum, yaitu diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam.
Hasil belajar PAI di sekolah selama ini hanya tampak dari kemampuan aak didik dalam menghafal fakta-fakta, namun dalam pernyataannya mereka tidak memahami substansi materi PAI secara mendalam. Dengan demikian, kurikulum PAI di sekolah perlu dikembangkan secara menyeluruh, dan dapat menampung harapan masyarakat secara berkelanjutan dengan katalain kurikulum PAI harus dinamis serta mampu mengakomodasi keanekaragaman peserta didik,  potensi daerah sarana-prasarana yang ada dan kondisi social budaya masyarakat disekitar tempat sekolah berada.
6.      Landasan Yuridis
Setiap pendidikan formal sudah akan dipastikan akan dikelola oleh badan hukum sesuai dengan peraturan yang  ditetapkan, termasuk kurikulum yang digunakan. Oleh karena itu, dalam pengembangan kurikulum yang dilakukan harus mengacu pada landasan yuridis yang telah ditetapkan.
Adapun landasan yuridis yang yang diberlakukan di Indonesia adalah
pertama, UUD 1945 dan perubahannya Bab XIII tenteng Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31.
Kedua, TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN.
Ketiga, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Keempat, peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Kewenagan Provinsi Sebagai daerah Otonom.
Kelima, UU No. 20/2003 Tentang Sisdiknas. Pemberlakuan UU tersebut menuntut pelaksanaan otonomi daerah dalam penyelenggara pemerintahan yang diikuti oleh kebijakan perubahan pengelolaan penddikan dari yang bersifat sentralistik kepembagian wewenang. Bila sebelumnya pengelolaan pendidikan sepenuhnya wewenang pusat, maka dengan berlakunya Uu No. 20 Tahun 2003 tentang SINDIKNAS, pemerintahan daerah diberi wewenang dalam pengelolaan pendidikan, missal pada Bab XIV Pasal 50 Ayat: 3,4 dan 5.[2](12)
Keenam, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Ketujuh, Standar Isi yang ditetapkan dengan Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006.
Kedelapan, Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dalam Permendiknas RI No. 23 Tahun 2006.
Kesembilan, Pelaksanaan permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 dan Permendiknas RI No. 23 Tahun 2006 yang ditetpkan dengan Permendiknas RI No. 24 Tahun 2006. [3][13]   dan regulasi yang terkait dengan implementasi peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 2(1) yang meliputi[4][14];
a.       Standar Isi
b.      Standar proses
c.       Standar Kompetensi Lulusan
d.      Standar Pendidik dan tenaga Kependidikan
e.       Standar Sarana dan Prasarana
f.       Stndar Pengelolaan
g.      Standar Pembiayaan
h.      Standar Penilaian dan Pendidikan
7.      Landasan Ilmu Pengatahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia yang berkembang pesat seiring dengan lajunya perkembangan masyarakat. Teknologi merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu lainnya yang berfungsi untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia yang semakin pesat berkembang serta arus transformasi ilmu teknologi yang tak mungkin terelakan lagi, menjadikan kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi modearn sekarang ini. Kegiatan pendidikan juga membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil teknologi industry (radio, TV, computer, LCD, dsb) yang lazim disebut dengan pendekatan informasi teknologi dan komunikasi.
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan peserta didik masa
depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat terutama dalam perubahan iptek, maka pengembangan kurikulum harus berdasarkan iptek. Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum. Hal ini dimaksud untuk lebih berorientasi kemasa depan sehingga peserta didik mencapai tingkat pengetahuan sesuai dengan perkembangan zaman.

B.     Pendekatan-pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Yang dimaksud dengan pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara yang dapat ditempuh atau dilakukan dalam mengembangkan kurikulum
Dalam teori kurikulum setidaknya ada dua pendekatan yang dapat digunakan
untuk mengembangkan kurikulum, yaitu pemdekatan administrasi
(administrative approach) dan pendekatan akar rumput (grassroots
approach). Pendekatan pertama, adalah pendekatan pengembangan kurikulum
dengan system komando dari atas ke bawah (top-down), sedangkan
pendekatan kedua, yaitu pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif
dari bawah lalu dinamakan pendekatan pengembangan kurikulum dari bawah
(bottom-up). Dalam implementasinya setidaknya dapat digunakan subjek
akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis dan pendekatan
karakteristik mata pelajaran.
1.      Pendekatan berbasis akademis
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi setiap disiplin ilmu. Tiap ilmu pengetahuan atau mata pelajaran yang diajarkan memiliki sistematisasi tertentu, yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/ mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu. Dalam hal ini adalah materi ajar yang disediakan oleh sekolah atau madrasah/ lembaga pendidikan, seperti mata pelajan pendidikan agama islam disekolah atau madrasah.
Pendidikan agama islam di sekolah/ di madrasah meliputi aspek al-Qur’an/ hadist, keimanan, akhlak, ibadah/ muamalah, dan tarikh atau sejarah umat islam yang menyatu dalam satu mata pelajarn : pendidikan agama Islam. Semata di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran pendidikan agama islam yang meliputi : mata pelajaran pelajaran al-Qur’an hadist, fiqih, akidah akhalak, dan sejarah kebudayaan Islam.
2.      Pendekatan berbasis humanistis
Pendekatan ini berpusat pada siswa (student centerd) dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar.[5][17] Dalam pengembangan kurikulum dengan pendekatan humanistis ini, peserta didik diajarkan untuk membedaan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta di masa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kuriulum ini menekankan integritas, yaitu ksatuan perilaku yang tidak hanya bersifat inteelktual, tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:
a.       Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai dan domain kognisi yaitu kemampuan dan pegetahuan.
b.      Kesadaran dan kepentingan.
c.       Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalam suatu ketrampilan.
d.      Pendekatan  Teknologis
pendidikan merupakan upaya menyiapkan peserta didik untuk menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat dari akibat perkembangan iptek. Oleh karena itu, perkembangan kurikulum pendidikan harus menggunakan perkembangan iptek.
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang di butuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu, yang secara langsung akan menjadi isi materi kurikulum. Materi yang diajarkan, kriteria evalusi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai analisis tuga tertentu. Secara tidak langsung, perkembangan iptek memberi tugas kepada pendidik untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan iptek yang juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
1.      Pendekatan Akselerasi
Pendekatan akselerasi adalah perkembangan kurikulum yang memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat., pilitik, perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadap peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan; mencari kesepakatan untuk mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungan.
Pendekatan ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan untuk mempelajari sekolh atau madrasah dan masyarakat, yang memiliki fungsi ang telah dipahami. Pendekatan ini mengosentrasikan asumsi-asumsi dan nilai-nilai tidak pada teks, melainkan pada sosial teks.pendekatan ini juga menyadari pentingnya hidden curriculum dalam suatu sekolah atau madrasah. Pendekatan akselerasi selaras dengan teori kritis (critical theory) yang oleh Elliot W. Eisner dikategofikan sebagai salah satu idiologi kurikulum, yang menurut pendapatnya meliputi enam ideologi kurikulum, yaitu : (a) Religious orthodoxy ; (b) Rational humanism ; (c) Progrevism ; (d) Critical theory ; (e) Reconseptualism ; (f) Cognitive pluralism. Karena permasalahan yang muncul tidak hanya di pengetahuan social saja, tetapi juga ada disetiap disiplin ilmu yang diajarkan di sekolah atau madrasah termasuk ekonomi, kimia, matematika, dll.
Dengan adanya pendekatan akselerasi, peserta didik dihararkan dapat memecahkan problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik dalam rangka melakukan rekontruksi sosia. Kegiatan yang di lakukan dalam kurikulum rekontruksi social antara lain melibatkan: (a) survai kritis terhadap suatu masyarakat; (b) study yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekanomi nasional atau internasional; (c) studi pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal; (d) uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian; (e) berbagai pertimbangan perubahan politik; (f) pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Dengan demikian, pengembangan kurikulum dengan pendekatan akselerasi bertolak dari problem yang dihadapi masyarakat, yang selanjutnya dengan memerankan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahan masalahnya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
5.      pendekatan paradigma fenonemologis
Pendekatan fenomenologis adalah pengembangan yang memperhatikan fenomena empirik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dari bentuk rasionalisme yang dimiliki. Pemikiran ini berasumsi bahwa manusia adalah pelaku yang aktif, kreatif, dan bahkan manipulatif dalam menghadapi lingkungannya, yang dalam hal ini tindakan pelayanan kepada masyarakat dalam menghadapi arus globalisasi. Oleh karena itu, guru sebagai pengembangkurkulum disatuan pendidikan tidak boleh menganggap pasif peserta didik sebagai subjek didik, tetapi menginterprestasikannya melalui perencanaan pembelajaran.
sejalan dengn paradigma fenomenologis, maka penyelenggaraan pendidikan, didasarkan pada pedagogis yang tidak hanya melihat proses pendidikan sekedar proses pendewasaan, proses sosialisasi, atau proses penyesuaian budaya, tetapi lebih dari itu, di mana pedagogis mengkaji proses seseorang menjadi manusia yang sebenarnya; yang mempunyai kepribadian. Proses itu tidak lain untuk dapat memanfaatkan kemampuannya bagi sesama manusia dan bagi perubahan sosial. Dengan kata lain, proses individualisasihanya dapat terwujud apabila didri pribadinya tidak dapat berpartisipasi dalam perubahan sosial.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum dengan pendekatan fenomenologis dibangun berdasarkan keinginan untuk memaksimalkan potensi yang ada dalam diri peserta didilk sehingga segenap potensi dan kemampuannya dapat dipacu dan dikembangkan secara maksimal. Selain itu, pengembangan kurikulum dengan pendekatan fenomenologis diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi peserta didik yang dapat dikenali dan diidentifikasi secara cermat dan sesuai dengan realitas yang dihadapi peserta didik dalam kehidupan, dimana jika dibiarkan maka dapat menghambat proses belajar peserta didik.
6.      Pendekatan problem peserta didik
Pendidikan merupakan upya memperkenalkan manusia akan eksistensi dirinya, baik sehinggadiri pribadi yang dimilikinya hurriyyyatul iradah   (kebebasan berkehendak) maupun sebagai hamba tuhan yang terkait oleh hukum normatif (syariah ), dan sekaligus sebagai wakil tuhan (khalifatul fil ardhi), yang di bebani suatu tanggung jawab. Oleh karena itu, pemgembangan kurikulum perlu memperhatikan problemmatika peserta didik terkait dengan tujuan pendidikan yang diharapkan bisa melalui kurikulum yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing  suatu pendidikan.
Salah satu persoalan utama yang ada pada peserta didik adalah pola fikif kritis dan kreatif. Pola pikir ini perlu dikembangkan pada peserta didik untuk menghasilkan out put  yang berkualitas. Menurut Arikunto, untuk menjadikan peserta didik yang kritis dan kreatif mempunyai tiga ciri utama, yaitu (1) memiliki pemikiran asli atau orisinal (originalitas), (2) mempunyai keluwesan (flexibility), dan (3) menunjukan kelancaran berpikir (fluency).
Dengan kata lain, pola pikir  peserta didik dapat diketahui dari (a) sensitif tidaknya mereka dalam melihat suatu masalah, (b) orisinal tidaknya ide atau pikiran yang dikemukakan, (c) lancar tidaknya mereka dalam mengemukakan ide, (d) fleksibel tidaknya dalam berpikir, dan (e)  mampu tidaknya  kembali pengetahuan yang telah dimiliki.
Selain pendekatan diatas juga terdapat juga beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum yaitu pendekatan berdasarkan materi atau bahan ajar,  pendekatan berdasarkan tujuan, pendekatan dengan pola organisasi bahan, pendekatan  rekonstruksionalisme,  pendekatan akuntabilitas, pendekatan berdasarkan kemampuan.
1.      Pendekatan Berdasarkan materi Atau Bahan Pengajaran
2.      Perencanaan dan pengembangan kurikulum berdasarkan materi, inilah yang mula-mula dilasanakan. Inti dari pada proses belajar mengajar di tentukan oleh pemilihan materi. Pembahasan mengenai pembaharuan kurikulum terutama hanya membahas bagaimana sumber bahan dapat berkembang. Pendekatan ini di Indonesia diterapkan dalam kurikulum sebelum kurikulum 1975.
3.      Bagaimana dengan kelebihan dan kekurangan pendekatan yang berorientasi pada bahaan pelajaran? Kelebihan pendekatan yang berorientasi pada bahan adalah bahwa bahan pengajaran lebih fleksibel dan bebas dalam menyusunnya, sebab tidak ada ketentuan yang pasti dalam menentukan bahan pengajaran yang sesuai dengan tujuan. Kekurangannya adalah Karena tujuan pengajarannya kurang jelas, maka sukar ditentukan pedoman dalam menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran. Demikian pula untuk kebutuhan penilaian.
4.      Pendekatan Berdasarkan Tujuan Pengajaran
Dalam pendekatan kedua ini, pertanyaan yang pertama timbul pada waktu menyusun kurikulum adalah tujuan-tujuan apakah yang ingin di capai, pengetahuan, keterampilan adan sikap apakah yang ingin kita harapkan dimiliki oleh murid setelah menyelesaikan kurikulum ini ?
Sebagai jawaban terhadap jawaban tersebut, kemudian dirumuskan tujuan- tujuan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang kita harapkan, secara jelas.
Atas dasar tujuan-tujuan diatas itulah selanjutnya ditetapkan pokok-pokok bahan pelajaran dan kegiatan belajar mengajar, yang kesemuany itu diarahkan untuk mencapai tujua-tujuan yang di inginkan.Pendekatan yang berdasarkan pada tujuan ini, menetapkan rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pendekatan  yang berdasarkan pada tujuan?
Kelebihan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah :
a.       Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
b.      Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula di dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan, dan alat yang di pergunakan untuk mencapai tujuan.
c.       Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang di capai,
d.      Hasil penilaian yang terarah itu akan membantu penyusunan kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
Meskipun pendekatan dengan tujuan memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan pendekatan yang berorientasi pada bahan, pendekatan ini juga memiliki kelemahan, yaitu dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi guru). Apalagi juga tujuan tersebut harus dirumuskan lebih khusus, jelas, operasional dan dapat di ukur. Untuk merealisasikan maksud tersebut, pihak guru dituntut memiliki keahlian, pengalaman dan ketrampilan dalam perumusan tujuan khusus pengajaran. Jika tidak demikian, maka akan terwujud rumusan tujuan khusus yang bersifat dangkal dan mekanistik.
3.      Pendekatan dengan pola organisasi bahan
Langkah ini menekankan pada meteri pelajaran yang akan di ajarkan sehubungan dengan pencapaian tujuan kemampuan yang telah ditentukan. Selain dari itu, langkah ini juga dibuat materi, objek masyarakat yang dapat dijadikan informasi yang berguna.
Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan subject matter curriculum, correlated curriculum dan integrated curriculum.
1.      Pendekatan pola subject matter curriculum
pendekatan ini penekanannya pada berbagai mata pelajaran secara terpisah-pisah, missal: sejarah, ilmu bumi, biologi, berhitung, dll. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain. Bahkan sering mengarah pada pengakuannya masing- masing, bahwa mata pelajaran ‘ANU’ yang terpenting. Dalam praktik penyampaian pengajarannya, tanggung jawab terletak pada masing-masing guru, yang menangani suatu mata pelajaran yang dipegangnya. Jika seorang guru memegang beberapa mata pelajaran, maka hal ini pun dilaksanakan secara terpisah-pisah pula. Jadi, tidak
menyangkutpautkan mata pelajaran lain.
Pendekatan dengan pola correlated curriculum
pendekatan ini adalah dengan pola pengelompokan beberapa mata
pelajaran (bahan) yang serinh dan bisa secara dekat berhubungan.
misalnya, bidang studi IPA,IPS,PAI,dll.
endekatan ini dilihat dari beberapa aspek yatu:
1.      Pendekatan struktur Sebagai contoh PAI. Bidang studi ini terdiri dari sejarah, AL-Qur’an Hadist, Fiqih, dll.
2.      Pendekatan fungsional
3.      Pendekatan ini berdasarkan pada msaslah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Pendekatan tempat atau daerah
5.      Atas dasar penbicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
6.      Pendekatan pola integrated curriculum
Pendekatan ini didasarkan pada semua hal yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan itu tidak hanya merupakan kumpulan dari bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Missal: pohon, sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul, aakan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon. Dalam hal ini, tidak hanya melalui mata pelajaran yang terpisah-pisah, namun harus di jalin suatu keutuhan yang meniadakan batas tertentu dari masing-masing bahan pelajaran.
2.      Pendekatan rekontruksionalisme
Pendekatan ini disebut juga rekontruksi social karena menfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, malapetaka akibat tujuan teknologi, dll. 
Dalam gerakan ini, terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangannya terhadap kurikulum, yakni:
a.       Rekontruksionalisme konserfatif
Pendekatan ini mengajurkan agar pendidikan ditujukankepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesian masalah- masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
Peran guru adalah sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses perbaikan masyarakat pendekatan kurikulum ini konsisten dengan filsafat pragmatis.
b.      Rekontruksionalisme Radikal
Pendekatan ini menganjurkan agar pendidik formal maupun non –formal  mengabdikan diri demi tercapainya tatanan social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Golongan radikal ini berpendapat bahwa kurikulum yang sedang mencari pemecahan masalah sosial ini tidaklah memadai. Kelompok ini ingin menggunakan pendidikan untuk merombak tatanan sosial dan lembaga social yang ada dan membangun struktur social yang baru.
Kedua pendirian yang saling bertentangan ini, yang konservatif maupun yang radikal, mempunyai unsure kesamaan. Masing-masing berpendirian bahwa misi sekolah, ialah untuk  mengubah dan memperbaiki.
Perbedaan terletak dalam devinisi atau tafsiran masing-masing tentang “perbaika” dan cara pendekatan terhadap masalah itu. Golomngan koservatif bekerja dalam rangka struktur yang ada untuk memperbaiki kualitas hidup. Mereka berasumsi bahwa masalah-masalah social adalah  hasil ciptaan manusia dan karena itu dapat diatasi oleh manusia. Sebaiknya golongan radikal ingin merombak tata social yang baru sms sekali untuk memperbaiki mutu hidup, oleh sebab tata social yang ada tidak adil dan akan tetap tidak adil.
5.      Pendekatan Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang indusrti permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management  atau manajemen ilmiah, menetapkan tuas-tugas spesifik yang harus di selesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas.
Suatu system yang akuntabel menentukan standar  dan tujuan ifspesifik yang jelas serta mengatur efektivitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu. Gerakan ini mulai dirasakan di perguguan tinggi ketika universitas diAmerika Serikat dituntut untuk memperhatikan dan membuktikan keberhasilannya yang berstandar tinggi. Agar memenuhi tuntutan itu, para pengembang kurikulum terpaksa mengkhususkan tujuan  pelajaran agar dapat megukur prestasi belajar. Dalam banyak hal, gerakan ini menuju kepada ujian akademis yang ketat sebagai syarat memasuki universitas.
Para pengritik mengemukukan, bahwa pada umumnya standar yang ditentukan hanya mengenai pengetahuan kognitif dan ketrampilan tingkat rendah dan gagal merumuskan dan mengukur dimensi yang lebih tinggi seperti berpikir kritis, kreatifitas, dan aspek-aspek afektif.
Banyak pendidik yang merasa bahwa gerakan ini menghancurkan hakikat pendidik dan banyak Negara telah mengadakan reform, antara lain Jepang dan Perancis. Namun sebaliknya ada pula Negara-negara yang justru berusaha agar pendidik lebih accountable untuk menjamin tercapainya standar pendidikan yang minimal (Amerika Serikat, Inggis).
6.      Pendekatan Berdasarkan kemampuan
Sebetulnya penyusunan kurikulum berdasarkan kemampuan pada dasarnya sama dengan penyusunan kurikulum berdasarkan tujuan. Hanya kalau kurikulum berdasarkankemampuan itu tujuannya lebih operasional dari kurikulum yang berdasarkan tujuan. Pertanyaanya memang praktis, misalnya setelah selesai kuliah mahasiswa akan mempunyai kemampuan apa ? atau dengan kata lain apakah semua kegiatan proses belajar mengajar menuju kemampuan yang diharapkan oleh lulusan lembaga tersebut.[6][20] Oleh karena itu dapat diibaratkan bahwa kemampuan yang akan dicapai itu merupakan tujuan institusional sedangkan tujuan kurikulum yaitu berupa berbagai sub kemampuan yang masing-masing berorientasi pada profesi.







BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum diperlukan landasan dan pendekatan, pada landasa tersebut terdapat beberapa landasan yaitu:
a)      Landasan filosofis
b)      Landasan social budaya
c)      Landasan psikologis
d)     Landasan organisatoris
e)      Landasan empiris
f)       Landasan yuridis
g)      Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi

Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa pendekatan yang digunakan yaitu :
Ø  Pendekatan berbasis  akademis
Ø  Pendekatan berbasis humanistis
Ø  Pendekatan teknologis
Ø  Pendekatan akselerasi
Ø  Pendekatan paradigma fenomenologis
Ø  pendekatan problem peserta didik
selain itu juga terdapat beberapa pendekatan yang lain yaitu:
1.      Pendekatan berdasarkan materi atau bahan pelajaran
2.      Pedekatan berdasarkan tujuan
3.      Pendekatan berdasarkan pola organisasi bahan
4.      Pendekatan rekonstrusionalisme
5.      Pendekatan akuntabilitas
6.      Pendekatan berdasarkan kemampuan

2.      Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak sekali terdapat kekurangan terutama dalam penulisan materi dan isi dari materi makalah ini, untuk itu saran kami butukan




DAFTAR PUSTAKA

Anin Nurhayati. M. Pd. I.  Kurikulum Inovasi,Telaah Terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan Pesantren, Yogyakarta: Teras
Prof. Dr. H. Muhaimin, M. A. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di PAI Madrasah, Sekolah dan Perguruan Tinggi,Jakarta:PT Raja Wali Press,2007.
Dr. Nana Sudjana,Pembinaan dan pengembanagan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru, 1989
Prof. Drs.H.Dakir, PERENCANAAN dan PENGEMBANGAN KURIKULUM. Jakarta: PT Rineka Cipta
Drs. Hendyat Soetopo dan Drs. Wasty Soemanto. Pembinaan dan Pengembamngan Kurikulum. Jakarta: Bina Aksara, 1986
Dr. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum PAI, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Yogyakarta: magnum, 2010
Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar Pengembangan kurikulum Sekolah, Yogyakarta: BPFE IKIP, 1988
Hamid Syarif, Pengembangan Kurikulum, Surabaya: Bina Ilmu, 1996
Oemar Hamalik, Manajemen pengembangan kurikulum,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2006).
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007).
Husni Rahim, Arab Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2004).
Nasution,S.,Asaz-asaz Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).
Abdulah,Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta: AR-Ruzz Media,2007).
Nasution,S.Kurikulum dan Pengajaran,(Jakarta: Bumi Aksara,1999).
Zaini,Muhammad.Pengembangan Kurikulum,(Surabaya: ELKAF, 2006).
Sukmadinata,Nana Syaodih.Pengembangan kurikulum,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004).
Nasution,Pengembangan kurikulum (Bandung: Citra Adirya Bakti, 1991).
Hernawan dkk,Pengembangan Kurikulumdan Pembelajaran (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008).
Dakir.Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004)
Muhaimin,Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007).
Arikunto.Manajemen Pengajaran secara Manusiawi (Jakarta: Rineka Cipta, 1993).
 Haryati,Nik.Pengembangan Kurikulum PAI (Bandung: Alfabeta,2011).






[1][9] Dr. H. Rahmat Raharjo, M.Ag., Inovasi Kurikulum PAI, Sleman: Magnum, 2010. Hal 54
[2][12] Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar Dalam PAI, ( Jakarta: Rajawali Press, 2011)h.21
[3][13] Rahmat, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Isalam (Yogyakarta: Magnum, 2010), h. 31-32
[4][14] Rahmat, Pengembangandan  Inovasi Kurikulum (dalam Membangun Generasi Cerdas dan Berkarakter untuk Kemajuan Bangsa), Yogyakarta: Baituna Publishing, 2012, h. 30
[5][17] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum PAI, (Bandung : Alfabeta, 2011).
[6][20] Drs. Hendyat Soetopo dan Drs. Wasty Soemanto. Pembinaan dan Pengembamngan Kurikulum. Jakarta: Bina Aksara, 1986,hal 54-56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar