Pembelajaran di Pondok
Pesantren
Pemmbelajaran merupakan suatu sistem yang menggunakan pendekatan
dan teori teori tertentu, sehingga penelitian tentang pembelajaran
dipesantren ini juga merupakan suatu hasil analisis yang dilakukan dengan
proses dan proseduran tertentu.
Pengertian sistem bisa diberikan terhadap suatu perangkat atau
mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian yang satu dan lainnya saling
berhubungan dan saling memperkuat. Jadi, sistem adalah suatu sarana yang
diperlukan untuk mencapai tujuan. Pengertian lainnya yang umum dipahami di
kalangan awam adalah bahwa sistem itu merupakan suatu cara untuk mencapai
tujuan tersebut.[1]
Bila kita mempergunakan istilah sistem pendidikan dan pengajaran
pondok pesantren, maka yang dimaksud adalah saran berupa perangkat organisasi
yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang
berlangsung dalam pondok pesantren. Sedangkan bila kita mempergunakan istilah
sistem pendekatan tentang metode pengajaran agama Islam di Indonesia, maka
pengertiannya adalah cara pendekatan dan penyampaian ajaran agama Islam di
Indonesia dalam ruang lingkup yang luas, tidak hanya terbatas pada pondok
pesantren, tetapi mencakup lembaga-lembaga pendidikan formal, baik madrasah
maupun sekolah umum dan nonformal, seperti pondok pesantren.[2]
Kalangan pesantren tentu merasa bersyukur, bahkan berhak untuk
bangga, karena meningkatnya perhatian masyarakat luas pada dunia pendidikan dan
lembaga pesantren. Dari sebuah lembaga yang hampir-hampir tidak diakui
eksistensi dan peran positifnya, menjadi sebuah lembaga yang hampir-hampir tak
diakui eksistensi dan peran positifnya, menjadi sebuah bentuk pelembagaan
sistem pendidikan yang berhak mendapatkan “label” asli Indonesia. Maka orang
pun mulai membicarakan kemungkinan pesantren menjadi pola pendidikan
nasional.[3]
Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren mempunyai keunikan
dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya, yaitu
:
1. Memakai
sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah
modern, sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dan kyai.
2. Kehidupan
di pesantren menampakkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama
mengatasi problema non-kurikuler mereka.
3. Para
santri tidak mengharap penghargaan kependidikan yaitu perolehan gelar dan
ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan
santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya ijazah tersebut.
Hal itu karena tujuan utama adalah mencari keridlaan Allah Swt dan ilmu untuk
diamalkan.
4. Sistem
pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan,
persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
5. Alumni
pondok pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan, sehingga mereka
hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.[4]
Selain hal itu penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di
pondok pesantren sekarang ini, paling tidak dapat digolongkan kepada tiga
bentuk, yaitu :
1. Pondok
pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang pada
umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara nonklasikal
(sistem bandungan dan sorogan), di mana seorang kyai mengajar santri-santri brdasarkan
kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad
pertengahan; sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam
pesantren tersebut.
2. Pesantren
adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya sama
dengan pondok pesantren tersebut di atas, tetapi para santrinya tidak
disediakan pondokan di komplek pesantren, namun tinggal tersebar di sekitar
penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (santri kalong)[5] di mana cara dan
metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem weton,
yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu.
3. Pondok
pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok pesantren
agama Islam dengan sistem bandungan, sorogan ataupun wetonan, dengan para
santri disediakan pondokan ataupun merupakan santri kalong yang dalam istilah
pendidikan pondok pesantren modern memenuhi kriteria pendidikan nonform serta
menyelenggarakan juga pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah
umum dalam berbagai bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan
masyarakat masing-masing.[6]
Pada lembaga pendidikan yang sedang kita pikirkan bersama saat
ini, yaitu sistem pendekatan dengan metode pengajaran agama Islam di pondok pesantren,
untuk memudahkan segala usaha dalam mencapai tujuan. Suatu tujuan yang hendak
dicapai biasanya timbul dari pandangan hidup seseorang atau golongan atau
masyarakat. Khusus dalam dunia pendidikan Indonesia, tujuan-tujuan pendidikan
yang hendak dicapai dengan sistem atau metode didasarkan atas
kategori-kategori; tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan
kurikuler, tujuan instruksional umum dan khusus.[7]
Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan
eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang mumpuni, yaitu di dalamnya
didirikan sekolah baik secara formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok
pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi
terhadap sistem yang selama ini dipergunakan, yaitu :
1. Mulai
akrab dengan metodologi ilmiah modern.
2. Semakin
berorientasi pada pendidikan dan fungsional, artinya terbuka atas perkembangan
di luar dirinya.
3. Diversivikasi
program dan kegiatan makin terbuka, dan ketergantungannyapun absolut dengan
kyai, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di
luar mata pelajaran agama maupun ketrampilan yang diperlukan di lapangan kerja.
4. Dapat
berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.[8]
Karena pondok pesantren merupakan salah satu sub sistem pendidikan
di Indoensia, maka gerak dan usaha serta arah pengembangannya harusnya berada
di dalam ruang lingkup tujuan pendidikan nasional itu. Tujuan yang bersifat
operasional dan kurikuler pada pondok pesantren sampai kini belum dirumuskan.
Oleh karena itu, tujuan institusional belum dirumuskan secara konkret dan
sistematis.
Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional,
yaitu model sorogan dan model bandongan. Kedua model ini kyai aktif dan santri
pasif. Untuk itu perlu adanya metode pembelajaran sebagaimana merupakan jalan
atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi jika
dikaitkan dengan istilah mengajar, dimana mengajar berarti menyajikan atau
menyampaikan, sedangkan metode mengajar sendiri adalah salah satu cara yang
harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan
pengajaran.[9]
Sebagai lembaga pendidikan Islam yang termasuk tertua, sejarah
perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat
nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan dan
sorogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan dengan “Bendungan”,
sedangkan di Sumatra digunakan istilah Halaqoh.[10]
Secara garis besar metode pengajaran yang dilaksanakan di
pesantren, dapat dikelompokkan menjadi dua macam, di mana diantaranya
masing-masing sistem mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu :
1. Metode
Wetonan (Halaqoh)
Istilah weton berasal dari bahasa jawa yang diartikan berkala atau
berwaktu. Pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin harian, tetapi
dilaksanakan pada saat-saat tertentu.[11]
Metode ini di dalamnya terdapat seorang kyai yang membaca suatu
kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu
santri mendengar dan menyimak bacaan kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai
proses belajar mengaji secara kolektif.[12] Termasuk dalam kelompok sistem
bendongan atau weton ini adalah halaqah, yaitu model pengajian yang umumnya
dilakukan dengan cara mengitari gurunya. Para santri duduk melingkar untuk
mempelajari atau mendiskusikan suatu masalah tertentu di bawah bimbingan
seorang guru.[13]
1. Metode
Sorogan
Metode yang santrinya cukup pandai mensorogkan (mengajukan) sebuah
kitab kepada kyai untuk dibaca di hadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu
langsung dibenarkan oleh kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses
belajar mengajar individual.[14]
Model ini amat bagus untuk mempercepat sekaligus mengevaluasi
penguasaan santri terhadap kandungan kitab yang dikaji. Akan tetapi metode ini
membutuhkan kesabaran, ketekunan, ketaatan dan kedisiplinan yang tinggi dari
para santri. Model ini biasanya hanya diberikan kepada santri pemula yang
memang masih membutuhkan bimbingan khusus secara intensif. Pada umumnya
pesantren lebih banyak menggunakan model weton karena lebih cepat dan praktis
untuk mengajar banyak santri.[15]
Meskipun setiap pesantren mempunyai ciri-ciri dan penekanan
tersendiri, hal itu tidaklah berarti bahwa lembaga-lembaga pesantren tersebut
benar-benar berbeda satu sama lain, sebab antara yang satu dengan yang lain
masih saling kait mengkait. Sistem yang digunakan pada suatu pesantren juga
diterapkan di pesantren lain.
Di samping metode-metode yang sudah penulis jelaskan tadi, ada
juga metode-metode pembelajaran dalam pesantren, seperti; metode musyawaroh (bahtsul masa’il), Metode Pengajian
Pasaran, Metode Hafalan (Muhafadzah), Metode
Demonstrasi/Praktek Ibadah, Metode Rihlah Ilmiah, Metode Riyadhah.[16]
1. Musyawaroh
(Bahtsul Masa’il)
Musyawaroh (Bahtsul Masa’il)
merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau
seminar. Beberapa orang santri orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh
seorang Kyai atau ustadz, atau mungkin juga santri senior, untuk membahas atau
mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya.
1. Metode
Pengajian Pasaran
Metode pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui
pengkajian materi (Kitab) tertentu pada seorang ustadz yang dilakukan oleh
sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (maraton) selama tenggang
waktu tertentu. Tetapi umumnya pada bulan Ramadlan selama setengah bulan, dua
puluh hari, atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang
di kaji.
1. Metode
Hafalan (Muhafadzah)
Metode hafalan ini adalah kegiatan belajar santri dengan cara
menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang
ustadz/kyai.
1. Metode
Demonstrasi/Praktek Ibadah
Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah adalah cara pembelajaran yang
dilakukan dengan memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah
tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan
bimbingan ustadz.
1. Metode
Rihlah Ilmiah
Metode Rihlah Ilmiah (studi
tour) ialah kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan melalui
kegiatan kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu tempat tertentu dengan tujuan
untuk mencari ilmu.
1. Metode
Riyadhah
Metode Riyadhah ialah salah satu metode pembelajaran di pesantren
yang menekankan pada olah batin untuk mencapai kesucian hati para santri dengan
berbagai macam cara berdasarkan petunjuk dan bimbingan Kyai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar