BAB 1
PENDAHULUAN
1. SEJARAH
Umayyah
Dinasti
Umayyah adalah kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Mu'awiyah bin Abi
Sofyan pada tahun 41Pada Dinasti Umayyah ini,
masjid sebagai tempat pendidikan terdiri dari dua tingkat yaitu: tingkat
menengah dan tingkat tinggi. Pada
H/661 M. tahun ini disebut dengan 'Aam
al-Jama'ah karena pada tahun ini semua umat islam sepakat atas
ke-kholifah-an Mu'awiyah dengan gelarAmir al-Mu'minin. Menurut
catatan sejarah dinasti Umayyah ini terbagi menjadi dua periode, yaitu:(1). Dinasti
Umayyah I di Damaskus (41 H/661 M - 132 H/750 M), dinasti ini berkuasa kurang
lebih selama 90 tahun dan mengalami pergantian pemimpin sebanyak 14
kali. Diantara kholifah besar dinasti ini adalah Mu'awiyah bin Abi Sofyan
(661-680 M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik
(705-715 M), Umar ibn Abdul-Aziz ( 717-720 M), dan Hisyam bin Abdul-Malik
(724-743 M) .2 Sepeninggal Hisyam bin Abdul-Malik, khalifah-khalifah Bani
Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral
buruk. Akhirnya, pada tahun 750 M, dinasti ini digulingkan oleh dinasti
Abbasiyah.(2). Dinasti Umayyah II di Andalus / Spanyol
(755 - 1031 M), pemerintah Islam di Spanyol ini didirikan oleh Abd al-Rahman I
al-Dakhil. Ketika Spanyol berada di bawah kekuasaan dinasti
Umayyah II ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh
kemajuan-kemajuan.Terutama pada masa kepemimpinan Abdul-Rahman al-Ausath,
pendidikan islam menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini
desebabkan karena sang kholifah sendiri terkenal sebagai penguasa yang cinta
ilmu. Ia mengundang para ahli dari dunia islam lainnya ke Spanyol sehingga
kegiatan ilmu pengetahuan di sana menjadi kian semarak (Badri Yatim, 2003:
95). Awal dari kehancuran dinasti Umayyah II di Spanyol ini dimulai ketika
Hisyam II (400 H/1009 M - 403 H/1013 M) naik tahta dalam usia 11
tahun. Pada tahun 981 M khalifah menunjuk Ibn Abi 'Amir sebagai pemegang
kekuasaan secara mutlak. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri
akibat beberapa kekacauan.Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan
itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan.Akhirnya pada tahun 1013 M Dewan
Mentri menghapus jabatan khalifah.
BAB
II
URAIAN
Sejarah pendidikan
Islam pada hakekatnya sangat terkait erat dengan sejarah
Islam. Periodesasi pendidikan Islam selalu berada dalam periode sejarah
Islam itu sendiri. Secara garis besarnya Harun Nasution membagi sejarah
Islam ke dalam tiga periode. Yaitu periode Klasik, Pertengahan dan
Modern. Kemudian detailnya dapat dibagi lima periode, yaitu:
Periode Nabi Muhammad SAW (571-632 M), periode Khulafa ar Rasyidin (632-661 M),
periode kekuasaan Daulah Umayyah (661-750 M), periode kekuasaan Abbasiyah
(750-1250 M) dan periode jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad
(1250-sekarang). Dalam makalah ini penulis
mencoba untuk menggambarkan tentang pola pendidikan Islam pada periode Dinasti
Umayyah.
Kekuasaan Bani
Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan
Mu'awiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur
sebelumnya. Muawwiyah Ibn Abi Sofyan adalah pendiri Dinasti Umayyah yang
berasal dari suku Quraisy keturunan Bani Umayyah yang merupakan khalifah
pertama dari tahun 661-750 M, nama lengkapnya adalah Muawwiyah bin Abi Harb bin
Umayyah bin Abdi Syam bin Manaf.
Setelah Muawwiyah
diangkat jadi khalifah ia mengganti sistem pemerintahan dari Theo
Demikrasimenjadi Monarci (Pemerintah / Dinasti) dan
sekaligus memindahkan Ibu Kota Negara dari Madinah ke Kota
Damaskus. Muawwiyah lahir 4 tahun menjelang Nabi Muhammad SAW
melakukan Dakwah Islam di Kota Makkah, ia beriman dalam usia muda dan ikut
hijrah bersama Nabi ke Yastrib. Disamping itu termasuk salah
seorang pencatat wahyu, dan ambil bagian dalam beberapa peperangan bersama
Nabi.
Pada masa khalifah
Abu Bakar Siddiq dan Kalifah Umar ibn Khattab, Umayyah menjabat sebagai
panglima pasukan dibawah pimpinan Ubaidah bin Jarrah untuk wilayah Palestina,
Suriah dan Mesir. Pada masa khalifah Utsman ibn Affan ia diangkat
menjadi Wali untuk wilayah Suriah yang berkedudukan di Damaskus. Pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib tahun 661 M diwarnai dengan krisis dan
pertentangan yang sangat tajam di wilayah Islam dimana ditandai dengan perang
Shuffin yang pada akhirnya Ali ibn Abi Thalib mati terbunuh saat shalat shubuh
di Masjid Nabawi Madinah.
Sepeninggal Ali ibn
Abi Thalib tahun 661 M sebagian umat Islam di Irak memilih dan mengangkat Hasan
bin Ali bin Thalib menjadi Khalifah. Akan tetapi Hasan adalah
orang yang taat, bersikap tenang dan tidak tega dengan perpecahan dalam
Islam.Akhirnya diadakanlah serah terima kekuasaan di Kota
Khuffah. Dengan demikian dimulailah Dinasti Umayyah.
Pada dinasti
Umayyah perluasan daerah Islam sangat luas sampai ke timur dan
barat. Begitu juga dengan daerah Selatan yang merupakan tambahan dari
Daerah Islam di zaman Khulafa ar Rasyidin yaitu: Hijaz, Syiria, Irak, Persia
dan Mesir.
Seiring dengan itu pendidikan
pada priode Danasti Umayyah telah ada beberapa lembaga seperti: Kuttab, Masjid
dan Majelis Sastra. Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan
bermacam-macam. Metode
pengajarannya pun tisak sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuwan dalam berbagai bidang
tertentu.
Pola Pendidikan Islam Pada priode
Dinasti Umayyah
Pada masa dinasti
Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi . Desentrasi artinya pendidikan tidak
hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara otonom
di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan saat itu belum memiliki
tingkatan dan standar umur. Penelitian
ilmu yang ada pada periode ini berbasis di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah,
Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak),
Damaskus dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang
dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu
pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
Pola pendidikan
Islam pada periode Dinasti Umayyah telah berkembang bila dibandingkan pada masa
Khulafa ar Rasyidin yang ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di
masjid-masjid dan berkembangnya Khuttab serta Majelis Sastra. Jadi tempat pendidikan pada periode
Dinasti Umayyah adalah:
1. Khuttab
Khuttab atau Maktab
berasal dari kata dasarkataba yang
berarti menulis atau tempat menulis, jadi Khuttab adalah tempat belajar
menulis. Khuttab merupakan tempat
anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al Quran serta belajar
pokok-pokok ajaran Islam.
Adapun cara yang
dilakukan oleh pendidik disamping mengajarkan Al Quran mereka juga belajar
menulis dan tata bahasa serta tulisan. Perhatian mereka bukan berfokus
mengajarkan Al Quran semata dengan mengabaikan pelajaran yang lain, akan tetapi
perhatian mereka pada pelajaran sangat pesat. Al Quran dipakai sebagai bahasa bacaan
untuk belajar membaca, kemudian dipilih ayat-ayat yang akan ditulis untuk
dipelajari. Disamping belajar menulis dan membaca
murid-murid juga mempelajari tata bahasa Arab, cerita-cerita Nabi, hadist dan
pokok agama.
Kalau dilihat di
dalam sejarah pendidikan Islam pada awalnya dikenal dua bentuk Kuttab, yaitu:
1. Kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan yang memfokuskan pada tulis
baca.
2. Kuttab tempat pendidikan yang mengajarkan Al Quran dan dasar-dasar
keagamaan.
Ilmu-ilmu yang
diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:
a. Belajar membaca dan menulis
b. Membaca Al-Qur'an dan menghafalnya
c. Belajar
pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat
menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-Qur'an dan interpretasi.
b. Hadis dan mengumpulkannya.
c. Fiqh (tasri ').
Peserta didik dalam
Khutab adalah anak-anak, tidak dibatasi baik miskin maupun kaya. Para guru tidak membedakan murid-murid
mereka, bahkan ada sebagian anak miskin yang belajar di Khuttab memperoleh
pakaian dan makanan secara cuma-cuma. Anak-anak
perempuan pun memperoleh hak yang sama dengan anak-anak laki-laki dalam
belajar. Namun tidak tertutup kemungkinan bagi orang yang
mampu mendidik anak-anak mereka di tempat khusus yang mereka inginkan dengan
guru-guru yang khusus pula seperti: Hajjad ibn Yusuf yang pernah menjadi guru
untuk putra Sulaiman Nasuh seorang Menteri dari khalifah Abdul Malik bin
Marwan.
2. Masjid
Setelah pelajaran
anak-anak di khutab selesai mereka melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah
yang dilakukan di masjid. Peran Masjid sebagai pusat pendidikan
dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang merasa dirinya
tetap dan mampu untuk memberikan atau mengajarkan ilmunya kepada orang-orang
yang haus akan ilmu pengetahuan.
Pada Dinasti
Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi
setelah khuttab. Pelajaran yang diajarkan meliputi Al
Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh. Juga diajarkan kesusasteraan, sajak,
gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan.
Diantara jasa besar
pada periode Dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah
menjadikan Masjid sebagai pusat aktifitas ilmiah termasuk sya'ir. Sejarah bangsa terdahulu diskusi dan
akidah. Pada periode ini juga
didirikan Masjid ke seluruh daerah Islam. Masjid
Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi fokus penuntut
ilmu diseluruh dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Walid bin Abdul
Malik 707-714 M yang merupakan Universitas terbesar dan juga didirikan Masjid
Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas tertua sampai sekarangtingkat
menengah guru belumlah ulama besar sedangkan pada tingkat tinggi gurunya adalah
ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman dan keahliannya. Umumnya pelajaran yang diberikan guru
kepada murid-murid seorang demi seorang, baik di Khuttab atau di Masjid tingkat
menengah. Sedangkan pada tingkat
pelajaran yang diberikan oleh guru adalah dalam satu Halaqahyang dihadiri oleh siswa
bersama-sama.
3. Majelis Sastra
Majelis sastra
merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan
yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka. Menurut M. Al Athiyyah Al Abrasy
"Balai-balai pertemuan tersebut memiliki tradisi khusus yang harus
diindahkan seseorang yang masuk ketika khalifah hadir, harus berpakaian necis
bersih dan rapi, duduk di tempat yang sepantasnya, tidak tertawa
terbahak-bahak, tidak meludah, tidak mengingus dan tidak menjawab kecuali bila
ditanya. Ia tidak bisa bersuara keras dan harus
berbicara kata dengan sopan dan memberi kesempatan pada sipembicara menjelaskan
pembicaraannya serta menghindari penggunaan kata kasar dan tawa terbahak-bahak. Di balai-balai pertemuan seperti ini
tersedia pokok-pokok persoalan untuk dibicarakan, didiskusikan dan
diperdebatkan ".
Hal diatas sesuai
dengan wasiat Abdul Malik ibn Harman kepada pendidik puteranya dengan pesan
"Ajarkan kepada mereka berkata benar disamping mengajarkan Al Quran. Jauhkanlah mereka dari orang-orang
jahat yang tidak mengindahkan perintah Allah dan tidak terjadi sopan, dan
jauhkan juga mereka chadam dan pekerjaannya karena bergaul dengan mereka akan
dapat merusak moral. Gunakanlah perasaan mereka agar
badannya kuat, dan serahkanlah mereka bersufi dan air dengan menghisabnya
pelan- pelan dan jangan minum tidak senonoh bila membutuhkan teguran harus
secara tertutup, jangan sampai diketahui oleh server dan tamu agar mereka tidak
dipandang rendah.
Majelis sastra merupakan tempat berdiskusi membahas
masalah kesusastraan dan juga sebagai tempat berdiskusi mengenai urusan
politik. Perhatian penguasa Ummayyah sangat
besar pada pencatatan kaidah-kaidah nahwu, pemakaian Bahasa Arab dan
mengumpulkan Syair-syair Arab dalam bidang syariah, Kitabah dan berkembangnya
semi prosa.
4. Pendidikan Istana , yaitu pendidikan yang
diselenggarakan dan ditetapkan khusus untuk anak-anak khalifah dan para pejabat
pemerintahan. Kurikulum pada
pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali
pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan kebutuhan dan
kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.
5. Pendidikan Badiah , yaitu
tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul
Malik bin Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu dusun
badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa
arab tersebut. Sehingga banyak
khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab bahkan
ulama juga pergi ke sana di antaranya adalah Al Khalil bin Ahmad.
6. Pendidikan Perpustakaan , pemerintah dinasti umayyah
mendirikan perpustakaan yang besar di Cordova pada masa khalifah Al Hakam bin
Nasir.
7. Bamaristan , yaitu rumah sakit tempat berobat dan
merawat orang serta tempat studi kedokteran.Cucu Muawiyah
Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Menyediakan sejumlah harta dan
memerintahkan para sarjana yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan buku
kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. Hal
ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah sehingga al Walid bin Abdul Malik
memberikan perhatian terhadap bamaristan.
Usaha yang tidak kalah pentingnya pada masa Dinasti
Umayyah ini dimulainya penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa
Arab, seperti yang dilakukan oleh Khalid ibn Yazid ia memerintahkan beberapa
sarjana Yunani da Qibti ke dalam Bahasa Arab tentang ilmu Kimia, Kedokteran dan
Ilmu Falaq.
Pada periode Dinasti Umayyah ini terkenal sibuk
dengan pemberontakan dalam negeri dan sekaligus memperluas daerah pemerintah
tidak terlalu banyak memusatkan perhatian pada perkembangan ilmiah, akan tetapi
muncul beberapa ilmuwan terkemuka dalam berbagai cabang ilmu seperti yang
dikemukana oleh Abd. Malik Ibn
Juraid al Maki dan cerita peperangan serta syair dan Kitabah.
Ilmu tafsir memiliki makna yang strategis, disamping karena faktor
luasnya wilayah Islam ke beberapa daerah luar Arab yang membawa konsekwensi
lemahnya rasa seni sastra arab, juga karena banyaknya yang masuk Islam. Hal ini menyebabkan pencemaran bahasa
Al Quran dan makna Al Quran yang digunakan untuk kepentingan golongan tertentu. Pencemaran Al Quran juga disebabkan
oleh faktor intervensi yang didasarkan pada kisah-kisah Israiliyyat. Tokohnya adalah Abd Malik ibn Juraid
al Maki. Selain ilmu tafsir ilmu hadist juga mendapatkan perhatian serius. Pentingnya periwayatan hadis
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah maupun secara moral. Namun keberhasilan yang diraihnya
adalah semangat untuk mencari hadist, sebelum mencapai tahap kodifikasi. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang
memerintah hanya dua tahun 717-720 M pernah mengirim surat kepada Abu Bakar bin
Amir bin Ham dan kepada ulama yang lain untuk menuliskan dan mengumpulkan
hadist- hadist, namun sampai akhir pemerintahannya hal itu tidak terlaksana. Meskipun demikian pemerintahan Umar
ibn Aziz telah melahirkan metode pendidikan alternative, yakni para ulama
mencari hadist ke berbagai tempat dan orang yang dianggap mengetahuinya yang
kemudian dikenal metodeRihlah .
Dibidang fiqih secara garis besarnya dapat dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu aliran ahli al-Ra'y dan aliran al hadist, kelompok
aliran pertama ini mengembangkan hukum Islam dengan menggunakan analogi atau
Qiyas, sedangkan aliran yang kedua lebih berpegang pada dalil-dalil, bahkan
aliran ini tidak akan memberikan fatwa jika tidak ada ayat Al Quran dan hadits
yang menerangkannya. Tampaknya disiplin ilmu fiqh
menunjukkan perkembangan yang sangat
berarti. Periode ini telah
melahirkan sejumlah mujtahid fiqh. Terbukti
ketika akhir masa Umayyah telah lahir tokoh mazhab yakni Imam Abu Hanifah di
Irak dan Imam Malik Ibn Anas di Madinah, sedangkan Imam Syafi'i dan Imam Ahmad
ibn Hanbal lahir pada masa Abbasyiyah.
Dibidang syair yang terkenal dikalangan orang Arab
diantaranya adalah tentang pujian, syairnya adalah:
Artinya: " Engkau adalah pengendara kuda yang
paling baik, engkau adalah orang yang pemurah pada dunia ini "
Periode Dinasti Umayyah pada bidang pendidikan,
adalah menekankan fitur ilmiah di Masjid sehingga menjadi pusat perkembangan
ilmu pengetahuan tinggi dalam masyarakat Islam. Dengan penekanan ini di Masjid
diajarkan beberapa macam ilmu, diantaranya syair, sastra dan ilmu lainnya. Dengan demikian periode antara awal
abad ke dua hijrah sampai akhir abad ketiga hijrah merupakan zaman pendidikan
Masjid yang paling cemerlang.
Tampaknya pendidikan Islam pada masa periode Dinasti
Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa ar Rasyiddin. Hanya saja memang ada sisi perbedaan perkembangannya. Perhatian para Khulafa dibidang
pendidikan agaknya kurang memperhatikan perkembangannya sehingga kurang
maksimal, pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, tetapi oleh para
ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang
dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak ditemukan. Jadi sistem pendidikan Islam ketika
itu masih berjalan secara alamiah karena kondisi saat itu diwarnai oleh
kepentingan politis dan golongan.
Meskipun demikian pada periode Dinasti Umayyah ini
dapat disaksikan adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke
dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang
memiliki kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, ilmu tata laksana
dan seni bangunan. Pada umumnya gerakan penerjemahan ini
terbatas keadaan orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas
dorongan negara dan tidak dilembagakan. Menurut Franz Rosenthal orang yang
pertama kali melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid cucu dari
Muawwiyah.
Selain kemajuan seperti pada ilmu pengetahuan yang
berkembang pada masa ini adalah:
1. Ilmu
agama, seperti: Al-Qur'an, Haist, dan Fiqh.Proses pembukuan Hadist terjadi pada
masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami
perkembangan pesat.
2. Ilmu
sejarah dan geografis, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan
hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid
bin Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu
pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu,
saraf, dan lain-lain.
4. Bidang
filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing,
seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan
dengan itu, serta ilmu kedokteran.
2.2. TOKOH-TOKOH
PENDIDIKAN PADA MASA Bani Umayyah
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah
terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam
bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain
para ulama juga ada ahli bahasa / sastra.
1. Ulama-ulama tabi'in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, 'Athak bin Abu Rabah,'
Ikrimah, Sa'id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda ', Qatadah. Pada masa tabi'in tafsir Al-Qur'an
bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang
Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di
antara mereka yang terkenal: Ka'bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin
Salam, Ibnu Juraij.
2. Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya adalah al-Qur'an. Sedangkan hadis-hadis belumlah
dibukukan. Hadis-hadis hanya
diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari
mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan uru diberikannya kepada murid,
sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya.Setengah sahabat
dan mahasiswa ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi
belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang.Ulama-ulama sahabat yang
banyak meriwayatkan hadis-hadis adalah: Abu Hurairah (5374 hadist), 'Aisyah
(2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500
hadist), Jabir bin Abdullah (± 1500 hadist), Anas bin Malik (± 2210 hadist).
3. Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi'in Fiqih pada masa bani Umayyah
diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, 'Alqamah bin Qais, Masuruq
Al-Ajda', Al-Aswad bin Yazid kemudian diikuti oleh murid- murid mereka, yaitu:
Ibrahim An-Nakh'l (wafat tahun 95 H) dan 'Amir bin Syurahbil As Sya'by (wafat
tahun 104 H). sesudah itu
digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu
Hanafiah.
4. Anggota bahasa / sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya
tulisnya Al-Kitab ,
menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan
dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga
bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di
zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil
al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila
Majnun, Al-Farazdaq (w.732 ), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710). sebegitu jauh kelihatannya kemajuan
yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya
dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang
keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam
bidang yang pertama misalnya ditemukan ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu
Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Atha. Pusat
kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu'awiyah (w.
794/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang
menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.
MADRASAH
/ UNIVERSITAS PADA MASA Bani Umayyah
Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan
merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh
ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di
kota-kota besar sebagai berikut: di kota Mekkah dan Madinah (Hijaz), di kota
Basrah dan Kufah (Irak), di kota Damaskus dan Palestina (Syam), di kota Fistat
(Mesir). Madrasah-madrasah yang
ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1) Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di
Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, adalah Mu'az bin Jabal. Adalah yang mengajarkan Al Qur'an dan
mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada
masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu
mengajar disana di Masjidil Haram. Ia
mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah
bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
2) Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih
termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal
sahabat-sahabat nabi. Berarti
disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3) Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di
Basrah adalah Abu Musa Al-Asy'ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy'ari adalah ahli fiqih
dan ahli hadist, serta ahli Al Qur'an. Sedangkan
Abas bin Malik terkenal dalam ilmu hadis. Al-Hasan
Basry sebagai ahli fiqh, juga anggota pidato dan kisah, ahli pikir dan ahli
tasawuf. Ia bukan saja
mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada siswa, bahkan juga mengajar orang banyak
dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Bashrah.
4) Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas'ud di Kufah
melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: 'Alqamah, Al-Aswad, Masroq,' Ubaidah,
Al-Haris bin Qais dan 'Amr bin Syurahbil. Mereka
itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas'ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada
Abdullah bin Mas'ud menjadi guru di Kufah. Ulama
Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas'ud.Bahkan mereka pergi ke
Madinah.
5) Madrasah Damaskus (Syam): Setelah negeri Syam
(Suriah) menjadi sebagian Negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama
Islam. Maka negeri Syam menjadi
perhatian para Khilafah.Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam,
yaituAbdurrahman Al-Auza'iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan
Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar
di Syam sampai ke Magrib danAndalusia.Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap,
karena besar pengaruh mazhab Syafi'I dan Maliki.
6) Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi
negara Islam menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama
yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir adalah Abdullah bin 'Amr bin Al-'
Ash, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia
ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya.Karena ia bukan saja menghafal
hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi SAW, melainkan juga dituliskannya dalam
buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu
kepada murid-muridnya. Oleh
karena itu banyak sahabat dan tabi'in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya. Karena siswa tidak mencukupi belajar
pada seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka mengunjungi ke
kota yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar
Mesir mengunjungi ke Madinah, siswa Madinah mengunjungi ke Kufah, siswa Kufah
mengunjungi Syam, siswa Syam mengunjungi kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan
tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam.
2.4. DISKUSI
Masalah pendidikan pada masa Dinasti Umayah
Dari uraian di atas, maka pada masa dinasti Umayah
telah terjadi perubahan sistem pemerintahan, yakni dari Theo Demokrasi menjadi Monarci(Pemerintah / Dinasti). Ini tidak terlepas dari pengaruh
situasi politik pada saat itu. Pendidikan
sebagai suatu sistem di suatu wilayah, tentunya tidak dapat dipisahkan dari
situasi politik di wilayah tersebut. Berubah-ubahnya
kebijakan politik membuat berubah-ubahnya kebijaksanaan penguasa terhadap
pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh
karena itu, pertanyaan diskusi yang pertama adalah bagaimana pengaruh situasi
politik terhadap kebijakan pemerintah dalam pendidikan Islam? Selain dari pengaruh situasi politik,
pengembangan pendidikan Islam pada masa dinasti umayah ini mengalami hambatan
yang datang dari dunia barat, seperti Yunani. Oleh
karena itu, pertanyaan diskusi yang kedua adalah bagaimana pola
pendidikan Islam pada masa itu mampu mengimbangi tantangan dari dunia barat?
Pemecahan Masalah
pendidikan pada masa Dinasti Umayah
Situasi politik yang pada awal masa dinasti Umayah
masih belum stabil. Ini
dikarenakan upaya peralihan kekuasaan dari Hasan dianggap dilakukan atas dasar
kelicikan. Sebelumnya Muawwiyyah
telah berjanji tidak akan merubah sistem pemerintahan. Akan tetapi, Muawwiyyah tetap merubah
sistemnya menjadiMonarci (Pemerintah
/ Dinasti). Ini sangat berdampak
sekali terhadap pola pendidikan Islam pada masa itu.Pada masa sebelum dinasti
Umayah, pendidikan difokuskan di Khuttab dan di Masjid. Setelah sistem Monarki diberlakukan,
maka secara otomatis pemilihan raja didasarkan pada garis keturunan. Ini mengakibatkan munculnya pendidikan
istana.Pendidikan ini bertujuan agar anak-anak para raja diajarkan ilmu-ilmu
tentang kepemimpinan dari sebuah kerajaan. Kurikulum
dalam pendidikan istana inipun berbeda dengan kurikulum yang diberlakukan di
Khuttab atau masjid. Kurikulum di
pendidikan istana ini ditentukan dan diatur oleh guru dan orangtua. Ini menyebabkan terjadi perbedaan
kurikulum. Selain itu, seiring
dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Umayyah, menyebabkan penggunaan bahasa
Arab semakin berkembang. Ini
menyebabkan berdirinya Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang
fasih dan murni. Hal ini terjadi
ketika khalifah Abdul Malik bin Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul
istilah badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni
sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga
banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab
bahkan ulama juga pergi ke sana di antaranya adalah Al Khalil bin Ahmad.
Untuk mengimbangi dengan tantangan dari Negara
Barat, maka pemerintah tidak hanya memfokuskan pelajaran terhadap pelajaran
agama Islam saja. Akan tetapi,
pemerintah pada saat itu telah memeulia kegiatan penerjemahan terhadap
buku-buku yang dikarang oleh orang barat. Ini
bertujuan agar orang-orang Islam bisa memperoleh ilmu dari buku tersebut. tetapi penerjemahan itu terbatas pada
ilmu-ilmu yang memiliki kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran,
ilmu tata laksana dan seni bangunan. Pada umumnya gerakan penerjemahan ini
terbatas keadaan orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas
dorongan negara dan tidak dilembagakan. Menurut Franz Rosenthal orang yang
pertama kali melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid cucu dari
Muawwiyah. Sedangkan ilmu-ilmu
yang di salin dari bahasa Asing ke dalam bahasa Arab dan di sempurnakan untuk
kepentingan keilmuan umat Islam dikelompokan dalam Al-Ulumud Dakhilah yang terdiri dari:
1. Ilmu Kima. Khalifah Yazid
bin Yazid bin Mua'wiyah adalah yang menyuruh penerjemahannya ke dalam bahsa
Arab.Beliau mendatangkan beberapa orang Romawi yang bermukim di Mesir, di
antaranya Maryanis seorang pendeta yang mengajarkan ilmu kimia. Penerjemahan ke dalam bahasa Arab
dilakukan Isthafun.
2. Ilmu Bintang. Masih dalam
masa Kholid bin Walid, beliau sangat menggemari ilmu ini sehingga dikeluarkan
sejumlah uang untuk mempelajari dan membeli alat-alatnya. Karena gemarnya setiap akan pergi ke
medan perang selalu dibawanya ahli ilmu bintang.
3. Ilmu Kedokteran. Penduduk
Syam di jaman ini telah banyak menyalin bermacam ilmu ke dalam bahasa Arab
seperti ilmu-ilmu kedokteran, mislanya karanganm Qis Ahrun dalam bahasa Suryani
yang disalin ke dalam bahasa Arab oleh Masajuwaihi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Pemerintah
dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan
dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan
prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuwan, seniman, dan para ulama
mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan
kaderisasi ilmu. Setelah sistem Monarki diberlakukan, maka secara otomatis
pemilihan raja didasarkan pada garis keturunan. Ini mengakibatkan
munculnya pendidikan istana. Untuk mengimbangi dengan tantangan dari
Negara Barat, maka pemerintah tidak hanya memfokuskan pelajaran terhadap
pelajaran agama Islam saja. Akan tetapi, pemerintah pada saat itu telah
memeulia kegiatan penerjemahan terhadap buku-buku yang dikarang oleh orang
barat.
2. SARAN
Karena
makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu pemakalah minta saran dan
kritikan dari saudara dan Bapak Dosen pembimbing demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam ,
Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam ,
Jakarta, Ikhftiar Baru van Hoeve, 1967.
Syu'aib, Yusuf, Sejarah Daulah Umayyah 1,
Jakarta, Bulan Bintang, 1997.
Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam
Menghadapi Abad-21 , Jakarta,
Pustaka Al
Husna, 1980.
Yunus, Mahmud., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta,
PT. Hida Karya Agung, 1981.
Nizar, Samsul, Sejarah Pergolakan Pemikiran
Pendidikan Islam ,
PT.Cuputat
Press Group, 2005.
Al abrasi, Athiyya, Tarbiyah Al Islamiyah ,
Terjemahan Bustami A.Ghani, Jakarta, Bulan Bintang,
1993
Fahmi, Asma Hasan, Mabadi'at Tarbiyyah Al
Islamiyyah , diterjemahkan oleh Mukhtar
Yahya dan Sanusi Latif, Jakarta, Bulan Bintang, TTH.
Salabi , Ahmad, Sejarah Pendidikan
Islam , Jakarta, Bulan Bintang.
Chalil, Munawar, Empat Biografi Imam Mazhab ,
Jakarta, Bulan Bintang, 1989.
Suwedi, Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam ,
Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2004
http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-Islam/
[2] Dewan
Redaksi, Ensiklopedi Islam , Jakarta, Ikhtiar Baru van Hoeve,
1967, cet ke-2
[3] Yusuf
Syu'aib, Sejarah Daulah Umayyah 1, Jakarta, Bulan Bintang,
1997, h. 13
[4] Ibid, h.14
[5] Hasan
Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21 , Jakarta,
Pustaka Al Husna, 1980, h. 17
http://karyaulama.blogspot.com/2008/04/pola-pendidikan-Islam-periode-dinasti.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar