Selama
hidupnya al Farabi banyak berkarya. Jika ditinjau dari Ilmu Pengetahuan,
karya-karya al- Farabi dapat ditinjau menjdi 6 bagian [1]
- Logika
- Ilmu-ilmu Matematika
- Ilmu Alam
- Teologi
- Ilmu Politik dan
kenegaraan
- Bunga rampai (Kutub
Munawwa’ah).
Karyanya
yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara
Utama) yang membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan
hubungan antara rejim yang paling baik menurut
pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam.[1] Filsafat politik Al-Farabi,
khususnya gagasannya mengenai penguasa kota utama mencerminkan rasionalisasi
ajaran Imamah dalam Syi'ah. [1]
Pemikiran tentang Asal-usul Negara
dan Warga Negara
Menurut
Al-Farabi manusia merupakan warga negara yang merupakan salah satu
syarat terbentuknya negara.[4] Oleh karena manusia tidak dapat hidup
sendiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain, maka manusia menjalin
hubungan-hubungan (asosiasi). Kemudian, dalam proses yang panjang, pada akhirnya
terbentuklah suatu Negara. [4] Menurut Al-Farabi, negara
atau kota merupakan suatu kesatuan
masyarakat yang paling mandiri dan paling mampu memenuhi kebutuhan hidup antara
lain: sandang, pangan, papan, dan keamanan,
serta mampu mengatur ketertiban masyarakat, sehingga pencapaian kesempurnaan
bagi masyarakat menjadi mudah.[2] Negara yang warganya sudah
mandiri dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang nyata , menurut
al-Farabi, adalah Negara Utama.[2]
Menurutnya,
warga negara merupakan unsur yang paling pokok dalam suatu negara. [2] yang diikuti dengan segala
prinsip-prinsipnyaprinsip-prinsipnya (mabadi)
yang berarti dasar, titik awal, prinsip, ideologi, dan konsep dasar. [5]
Keberadaan
warga negara sangat penting karena warga negaralah yang menentukan sifat, corak serta jenis negara.[2] Menurut Al-Farabi perkembangan dan/atau
kualitas negara ditentukan oleh warga negaranya. [2] Mereka juga berhak memilih
seorang pemimpin negara, yaitu seorang yang paling unggul dan paling sempurna di
antara mereka.[2]
Negara
Utama dianalogikan seperti tubuh manusia yang sehat dan utama, karena secara
alami, pengaturan organ-organ dalam tubuh manusia bersifat hierarkis dan
sempurna.[2]. Ada tiga klasifikasi utama:
- Pertama, jantung.
Jantung merupakan organ pokok karena jantung adalah organ pengatur yang
tidak diatur oleh organ lainnya.[2]
- Kedua, otak. Bagian
peringkat kedua ini, selain bertugas melayani bagian peringkat pertama,
juga mengatur organ-ogan bagian di bawahnya, yakni organ peringkat ketiga,
seperti : hati, limpa, dan organ-organ reproduksi. [2]
- Organ bagian ketiga.
Organ terbawah ini hanya bertugas mendukung dan melayani organ dari bagian
atasnya.[2]
Al-Farabi
membagi negara ke dalam lima bentuk[6], yaitu:
- Negara Utama (Al-Madinah
Al-Fadilah): negara yang dipimpin oleh para nabi dan dilanjutkan oleh
para filsuf; penduduknya merasakan kebahagiaan.
- Negara Orang-orang Bodoh
(Al-Madinah Al-Jahilah): negara yang penduduknya tidak mengenal
kebahagiaan.
- Negara Orang-orang
Fasik: negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, tetapi tingkah laku
mereka sama dengan penduduk negara orang-orang bodoh.
- Negara yang Berubah-ubah
(Al-Madinah Al-Mutabaddilah): pada awalnya penduduk negara ini
memiliki pemikiran dan pendapat seperti penduduk negara utama, namun
kemudian mengalami kerusakan.
- Negara Sesat (Al-Madinah
Ad-dallah): negara yang dipimpin oleh orang yang menganggap dirinya
mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan dan
perbuatannya.
Pemikirannya Tentang Pemimpin
Dengan
prinsip yang sama, seorang pemimpin negara merupakan bagian yang paling penting
dan paling sempurna di dalam suatu negara. [4] Menurut Al Farabi, pemimpin
adalah seorang yang disebutnya sebagai filsuf yang berkarakter Nabi yakni orang
yang mempunyai kemampuan fisik dan jiwa (rasionalitas
dan spiritualitas).[4]
Disebutkan
adanya pemimpin generasi pertama (the first one – dengan segala
kesempurnaannya (Imam) dan karena sangat sulit untuk ditemukan (keberadaannya)
maka generasi kedua atau generasi selanjutnya sudah cukup, yang disebut sebagai
(Ra’is) atau pemimpin golongan kedua. [2] Selanjutnya al-Farabi
mengingatkan bahwa walaupun kualitas lainnya sudah terpenuhi , namun kalau
kualitas seorang filsufnya tidak terpenuhi atau tidak
ambil bagian dalam suatu pemerintahan, maka Negara Utama tersebut bagai
“kerajaan tanpa seorang Raja”. [2] Oleh karena itu, Negara
dapat berada diambang kehancuran.[2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar